Kebijakan
Publik PT (Persero) PLN Dalam Politik Hukum Perlindugan Konsumen Tenaga
Listrik.
(Perlindungan
Konsumen)
Di Susun Oleh
:
1. NURVITA
SETYANINGSIH 25210225
2. RIDWAN 25210915
3. RISCA
DAMAYANTHI 26210025
4. RIZA
FAJAR ANGGRAENI 26210089
5. SETYO
RINI PURBOWATI 26210489
Pengarang :
Aman Santoso
Kelas :
2EB06
Abstraksi
Konsumen
tenaga listik selalu dalam posisi lemah ketika berhadapan dengan produsen
lenaga listrik. Kelemahan tersebut terletak pada segi ekonomi / keuangan, hukum dan peradilan, daya lawar.
Persoalan
muncul sehubungan dengan belum adanya Peraturan Pemerintah yang menjabarkan.
Undang undang Notnor 20 Tahirn 2002 Tentang Kelenagalistrikan dun
Utidnng-Undang Nonior 8 Tahuri 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Akibatnya,
politik hukum menganlisipasi keadaan tersebut, Diretksi PT (Persero) PLN Instruksi Nomor 00I /011/ DIR /ZOO2 telah mengelerkan
Penetapan tahun 2002 sebagai Tahun Pelayanort Penetapan Intruksi Direksi PT (perseru)
PLN itu bersifat kebijakan publik, sehingga perlu dikaji bagimana tingkat
kesesuaiannya dengan Undang-Undang Ketenaga listrikan dan Undang-Undang Perlindungan
Konsurnen. Apakah pelaksanaan kebijakan PLN tersebut cukup memberikan
perlindungan konsurnun tenaga listrik serta faktor-faktor apa yang merupakan
hambatan pelaksanaan kebijakan PLN lersebut. Kata kunci : Kebijakan publik, politik hukum,
perlindungan konsumen tenaga listrik.
Pendahuluan
Secara umum kondisi konsumen tenaga listrik selalu lemah ketika
berhadapan dengan PT PLN selaku produsen dan distributor tenaga listrik. Titik
lemah posisi konsumen tenaga listrik terletak pada aspek sosial ekonomi /
keuangan, hukum dan peradilan dan daya tawar.
Posisi kuat PT PLN, karena selama produksi, transmisi dan distribusi
tenaga listrik di monopoli pengolaanya oleh BUMN ini. Rencana bahwa bidang
produksi dan pemasaran tenaga listrik akan di serahkan pula oleh kalangan
swasta belum terlaksana.
Kesiapan pihak swasta untuk berperan serta dalam pengadaan dan
pelayanan tenaga listrik dalam rangka menghindari larangan undang undang nomor
5 tahun 1999, tetang larangan praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak
sehat belum memungkinkan secara obyektif.
Namun secara ideal persoalan perlindungan konsumen tenaga listrik
tealah di tentukan dalam politik hukum ketenagalistrikan. Politik hukum
tersebut tertua dalam undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang
ketenagalistrikan. Dalam undang undang itu di tegaskan hak dan kewajiban
produsen maupun konsumen tenaga listrik.
Bentuk perlindungan konsumen tenaga listrik antara lain berupa :
·
PT PLN berkewajiban menjamin tersedianya tenaga listrik
secara cukup, berkelanjutan dan dengan harga yang murah,
·
Perencaan produksi tenaga listrik dengan mempertimbangkan
pentingan konsumen tenaga listrik.
·
Standaritas usaha ketenagalistrikan agar mutu dan kendala
produksi, transmisi, distribusi tenaga listrik terjaga.
· Adanya pembinaan dan pengawasan terhadap usaha
ketenagalistrikan guna menjaga keselamatan seluruh sistem penyediaan tenaga
listrik, keandalan dan kecukupan penyediaan tenaga listrik maupun kepastian
dalam pelaksaan.
·
Harga tenaga jual tenaga listrik di tetepkan berdasarkan
keputusan Presiden untuk menhindari kenaikan harga yang kurang proposional.
Hanya saja politik perliundungan konsumen tenaga listrik sebagaimana
tertuang dalam undang undang tersebut belum efektif dalam pelaksaanya. Nilai
nilai ideal di dalamnya belum di jabarkan dalam peraturan pemerintah, keputusan
Presiden maupun keputusan menteri yang bersangkutan.
Untuk menjembatani agar undang undang tersebut dapat terealisir,
politik hukum perlindungan konsumen listrik oleh di reksi PT PLN di tetapkan
dalam kebijakan publik yang tertuang dalam instruksi direksi PT PLN nomor 001 /
011 / DIR / 2002.
Di dalamnya berisi 4 program peningkatan pelayanan pelanggan.
Program tersebut meliputi :
1.
Peningkatan pelanayan jangka pendek tentang : mutu baca
meter listrik, pembedahan daftar induk pelanggan.
2.
Standaritas pelanayan yang terdiri dari : penetapan butir
butir layanan teknik, penetapan klarifikasi layanan.
3.
Pelanayanan spesifik tentang fasilitas on line,
pembayaran tagihan, konsultasi teknik dan komersial.
4. Pengembangan sikap tanggap dan profesional yang meliputi
: mendahulukan kepentingan konsumen, pembinaan pendidikan dm pelatihan serta
penyuluhan, ketaatan pada kode etik layanan.
Menurut IR SRI SOEMANTRI yang
dimaksud dengan politik hukum sebenarnya adalah kebijakan yang berhubungan dengan hukum tertulis (legal
policy crtou rechl polilik). Sedangkan istilah hukum tertulis menurut
beliau hanya terbatas pada UUD, Ketetapan MIPR dan Undang-Undang.
Bagi penulis
sependapat dengan HR. Sri Soemantri, sekedar politik hukum tersebut tertuang
dalarn UUD dan Undang-Undang. Ketetapan MPR dengan amandemen UUD 1945 tidak termasuk
kebijakan / politik hukum, karena kini MPR bukan institusi ketatanegaraan yang
memiliki kewenangan membuat ketentuan yang mengikat orang banyak, kecuali
dalarn menyusun dan merubah UUD. Bahkan kewenangan menyusun GBHN kini bukan
pada MPR lagi. Berarti bahwa lembaga negara yang berwenang hanyalah Presiden
bersama DPR RI dalam bentuk Undang-Undang dan MPR sepanjang menyusun dan
merubah UUD.
Pembahasan
Kecukupan pelaksaan
kebijakan publik P PLN dalam pemerian perlindungan tenaga listrik. Sebelum
membahas apakah pelaksaan kebijakan publik PT PLN cukup memberikan perlindungan
konsumen tenaga listrik, ada baiknya di kaji dahulu apakah unsur unsur konsumen
dalam undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebagai
lex generalis dan undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenaga listrikan
sebagai lex specialis telah sesuai dengan instruksi direksi PT PLN itu.
Penilaian terhadap
pelaksanaan pemberian perlindungan kosumen tenaga listrik sebagai menjadi
kebijakan publik PT PLN yang tertuang pada program peningkatan pelayanan
pelanggan tahun 2002, penulisan perolehan melalui kegiatan penelitian empiris.
Unsur perlindungan
konsumen tenaga listrik di dasarkan tentang perlindungan konsumen yang meliputi
: kepastian hukum, keterbukaan informasi dan akses mendapatkan informasi.
Selanjutkan di kaitkan dengan pelaksaan program peningkatan pelayanan pelanggan
dari PT PLN mangacu pada undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenaga
listrikan sebagai indikatorpenelitian.
Dari hasil penelitian
imperis tersebut di dapat data yang di rangkum dalam metrik. Metrik 3
mengungkapkan pelaksaan unsur kepastian hukum perlindungan konsumen tenaga
listrik dengan indikator : mutu baca meter KwH, penerima dan penyelesaian
gangguan, layanan pembayaran rekening listrik.
Diantara
pelaksanaan Program peningkatan pelayanan pelanggan dari P'l' (Persero) PLN
yang cukup berhasil memberikan perlindugan konsumen tenaga listrik adalah unsur
keterbukaan informasi dan akses untuk mcmendapatkan informasi (matrik 4 dan 5). Hal itu terjadi karena
PT (Persero) PLN
telah
melaksnnakan secara rutin pemberian informasi sambungan baru, tamhah daya
kepada pelanggan yang berminiat lewat kantor PLN terdekat setiap saat di
perlukan, informasi perbaikan jaringan dan instansi tenaga listrik selalu di
sampaikan PLN melalu berbabagai media cetak dan elektronik.
Melalui telepon
dan internet guna mengetahui jumlah tagihan perbulan maupun tunggakan tagihan
bulan sebelumnya. Segala bentuk informasi yang perlu di ketahui pelanggan
berupa pengumuman, pemberitahuan, penjelasan dapat di peroleh melalui mass
media, telepon bahkan fasilitas on line melalui internet.
Satu satunya
pelaksaan program peningkatan pelayanan pelanggan dari PT PLN yang masih kurang
berhasil adalah unsur kepastian hukum dalam perlindungan konsumen tenaga
listrik. Terutama baca meter KwH yang sering keliru, penyelesaian aliran
listrik yang kurang cepat, antisipasi terhadap gangguan bencana alam belum di
lakukan. Pelayanan sambungan baru tenaga listrik masih tersendat, ketaatan pasa
kode etik PLN oleh petugas masih kurang karena kadang terjadi KKN dalam
pencurian aliran listrik di perusahaan industri dan perdagangan, kontutitas
produksi, transmisi dan distribusi tenaga kerja listrik belum tercapai
sepnuhnya karena kekurangan koordinasi di antara bagian produksi dengan bagian
transmisi.
Sementara
perencaan pengembangan produksi tenaga listrik di tangani pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Sedangkan PT PLN hanya menangani masalah teknis dan
administratif yang berkaitan dengan bisang transmisi dan distribusi.
Akibatkan
terdapat ketergantungan yang tinggi dari pelayanan PT PLN terhadap konsumen,
berkenaan dengan kontinuitas dan kualitas produksi maupun transmisi tenaga
listrik
Kesimpulan
·
Politik hukum
perlindungan konsumen tenaga listrik telah sesuai dengan kebijakan publik PLN
dengan unsur unsur perlindungan konsumen dalam undang undang ketenagalistrikan
dan undang undang perlindungan konsumen.
·
Pelaksaan
politik perlinduangan konsumen ketenagalistrikan dalam kebijakan punlik direksi
PT PLN pada instruksi direksi PLN nomor 001 / DIR /2002 tanggal 3 Januari 2002,
telah berhasil pada akses mendapatkan informasi.
·
Faktor hambatan
perlinduangan konsumen tenaga listrik meliputi internal dan eksternal.
Sumber
Jurnal
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=4004&idc=21
0 Coment:
Posting Komentar