THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 31 Maret 2011

Tugas 5 (Industralisasi / Sektor Industri)

I. Pendahuluan



   Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang  dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.  Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi  pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Indonesia,  dengan kata lain sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai  tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat mengimbangi laju pertumbuhan sektor  pertanian.  

   Thee (1993) mengemukakan bahwa pengembangan industri kecil adalah cara  yang dinilai besar perananya dalam pengembangan industri manufaktur.  Pengembangan industri berskala kecil akan membantu mengatasi masalah  pengangguran mengingat teknologi yang digunakan adalah teknologi padat karya,  sehingga bisa memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada giliranya mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan.  Pentingnya industri, khususnya di negara-negara sedang berkembang sering  dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di negara tersebut seperti  tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar terutama dari  golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, dan  proses pembangunan yang tidak merata antara kota dan desa. 

   Untuk itu, keberadaan  atau pertumbuhan industri kecil diharapkan dapat memberi suatu kontribusi positif  yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari  perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.  Sebagai  gambaran, kendati  sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7% dan   dalam  ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6%   dalam  penyerapan tenaga kerja (Kompas, 14/12/2001). Namun, dalam kenyataannya selama  ini UKM  kurang mendapatkan perhatian.

   Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan  pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. Sementara itu belakangan ini banyak diungkapkan bahwa UKM memiliki  peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi.  Dengan memupuk UKM  diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi (Kompas. 14/12/2001). Hal  serupa juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya  sebagian  besar  bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelakupelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya setidaknya bila dikaitkan dengan perannya  dalam meminimalkan  dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya  persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan  masyarakat. 

   Setidaknya terdapat tiga alasan yang  mendasari negara berkembang  belakangan ini memandang penting  keberadaan UKM  (Berry, dkk, 2001).  Alasan  pertama  adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan  tenaga kerja yang produktif.  Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering  mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.  Ketiga  adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar.  (Kuncoro; 2000) juga menyebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan  rumah tangga. 

   Usaha kecil menengah (UKM) sebagaimana dimaksud dalam UU No.9 tahun  1995 dan Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha produktif yang berskala kecil dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan  tempat usaha. Dalam pembahasan ini lembaga-lembaga keuangan formal dan nonformal sangat dibutuhkan perananya untuk mendorong pelaku UKM untuk maju,  pemerintah.  
   
   Dorongan yang dibutuhkan tidak hanya dalam aspek permodalan, tetapi  juga dalam aspek pengembangan manajemen pengelolaan usaha serta informasi pasar  baik domestik maupun manca negara. Untuk itu pelaku UKM memerlukan sokonga dari pemerintah agar dapat bersaing dipasar global.  Bank Indonesia (BI) memperkirakan penyaluran kredit untuk usaha kecil dan  menengah (UKM) di Sumut pada tahun 2009 diatas 50% menyusul semakin  membaiknya pertumbuhan ekonomi daerah itu. 

   "Hingga Oktober peyaluran kredit ke  UKM sudah mencapai 49% dari total kredit yang disalurkan perbankan yang sebesar  Rp68,29 triliun. Prakiraan meningkatnya kredit untuk UKM, mengacu usaha UKM  semakin berkembang dan sudah terbukti mampu bertahan pada benturan  krisis  ekonomi, sehingga bank semakin mempercayai pengusaha UKM itu. "Semakin  otimistis karena potensi UKM di Sumut cukup besar, mulai dari produk makanan,  minuman, hingga kerajinan. 

   Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan  kegiatan usaha kecil dan menengah dianggap sebagai satu alternatif penting yang  mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi  belakangan ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha  dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif  tahan banting. Seiring dengan berlakunya perdagangan bebas ASEAN 2003, sektor industri  memegang peranan penting dalam menstabilkan kondisi perekonomian domestik.  

   Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada industri kecil menengah dengan cara  menciptakan ikilm usaha yang kondusif agar dapat terus tumbuh dan berkembang  seiring dengan majunya industri besar. Hal ini sesuai dengan tujuan pembagunan  industri berdasarkan tujuan perekonomian dan kebijakan ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nasional, perluasan kesempatan kerja, pembagian pendapatan secara  merata, pengembangan industri serta penambahan jumlah tenaga kerja. 

   Untuk  mengetahui seberapa besar pengaruh industri UKM terhadap pertunbuhan sektor  industri Sumatra Utara maka digunakan beberapa faktor antara lain jumlah unit usaha,  total produksi, dan tenaga kerja, dimana hal-hal tersebut penting dalam membangun  maupun mengembangkan industri UKM. Pada tahun 1992, ternyata sektor industri telah menggeser  peranan sektor  pertanian dalam pembangunan. Sektor industri secara keseluruhan menyumbang 40%  terhadap PDB, dimana peranan industri manufaktur cukup menonjol karena  menyumbang 21% terhadap PDB. Pada tahun yang sama, sumbangan sektor pertanian  menurun drastis hingga tinggal 19% dari PDB (Sumber; BPS 2000). Maka sektor  industri merupakan salah satu sektor yang berpengaruh penting. Kontribusi dari sektor  industri terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara rata rata setiap tahunnya juga  mengalami peningkatan.

II. Pembahasan

   Menurut TRIPs Agreement, Konvensi Internasional di bidang HKI yang diikuti oleh beberapa negaratermasuk Indonsia, menentukan bahwa setiap anggota wajib mentaati Agreement tersebut. Di Indonesia melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya desain industri diberikan berdasarkan sistem pendaftaran pertama ( first to file system ) atas karya desain yang baru. 

   Ketentuan hukum ini wajib ditegakkan segera setelah diundangkan. Dalam prakteknya termasuk di Bali masih banyak karya-karya desain yang dihasilkan tidak didaftarkan oleh pemiliknya sesuai dengan ketentuan UU No. 31 tahun 2000, dan bahkan banyak karya-karya tersebut diperbanyak tanpa ijin pemiliknya oleh pihak yang tidak berhak. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan ketentuan Desain Industri berkaitan dengan perlindungan hukum atas karya desain di Bali serta akibat hukum dari tidak didaftarkannya hasil karya desain oleh pendesainnya, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.

   Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum dengan aspek empiris. Data yang diteliti meliputi data sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan dengan meneliti bahan-bahan hukum seperti : U.U. No. 31 Tahun 2000 dan TRIPS Agreement, serta data primer yang bersumber dari penelitian lapangan yang berlokasi di Kabupaten Gianyar, Badung dan Denpasar. Sampel penelitian diperoleh menggunan metode Non Probability Sampling dan analisa data dengan analisa kualitatif.

   Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Undang-Undang desain Industri No. 31 tahun 2000 di Bali masih belum efektif dan belum diterapkan secara maksimal. Kurang efektifnya pelaksanaan regulasi dibidang Desain Industri disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : kurangnya pemahaman para pendesain tentangkeberadaan peraturan ini dan bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengetahui sistem pendaftaran first to file yang dianut oleh Undang-Undang Desain Industri, sebagian diantara masyarakat pendesain yang mengetahui tentang peraturan ini tapi merasa belum membutuhkan.

   Budaya hukum masyarakat Indonesia yang bersifat komunal berbeda dengan sistem yang melandasai perlindungan HKI yang berakar dari budaya hukum negara- negara barat yang menganut konsep perlindungan hukum individual right cendrung menyulitkan penegakan hukum HKI dalam praktek, kurangnya pemahaman para penegak hukum tentang substansi dan keberadaan ketentuan hukum Desain Industri, serta kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desain Industri,

   Desain Industri yang termasuk dalam kelompok Industrial Right menganut sistem perlindungan fist to file yaitu memberi perlindungan ekslusif berkaitan dengan hak moral dan hak ekonomi pada pendaftar pertama. Konsekuensi yuridis dari tidak efektifnya ketentuan pasal 10 jo pasal 12 Undang-Undang No. 31 tahun 2000 Tentang Desain Industri yang mengatur prihal pendaftaran hak ( first to file ) yaitu tidak dilakukannya pendaftaran hak atas karya desain industri oleh pendesainnya berakibat pendesain tidak mendapat perlindungan hukum dan secara yuridis tidak berhak atas karya desainnya. Perlindungan hukum akan berada pada pihak yang melakukan pendaftaran atas karya tersebut dan memiliki bukti sertifikat pendaftaran.

A. Tinjauan Umum Perlindungan Desain Industri dan Dasar Hukum Pengaturannya.

   Perlindungan hukum Desain Industri secara internasional selain diatur dalam TRIPs Agreement juga diatur dalam berbagai Konvensi seperti :The Hague Agreement dan Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Paris Convention / Konvensi Paris telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1979, kemudian dilakukan perubahan melalui Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1997 tentang pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Conventions Establishing The World Intellectual Property Organization. Sesuai Paris Convention, Desain Industri termasuk dalam lingkup Hak Milik Industri.

   Konvensi Paris menentukan bahwa : The protection of industrial property has as its object patents, utility models, industrial designs, trademarks, service marks, trade names, indications of source or appellations of origin, and the repression of unfair competition. (Article 1 ( 2 ) Paris Convention for the Protection of Industrial Property ) Di Indonesia Desain Industri diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2000, Desain Industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi, atau dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi, atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

   Suatu karya intelektual agar mendapat perlindungan hukum Desain Industri ciri-cirinya adalah: harus berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan. Selain itu karya Desain Industri tersebut harus baru. Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan dalam proses pendaftaran, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. 

   Perlindungan Desain Industri diperoleh melalui sistem pendaftaran, dalam hal ini berarti Pendesain yaitu seorang atau beberapa orang yang menghasilkan karya Desain Industri baru akan memperoleh perlindungan hukum atas karyanya atau akan memperoleh Hak Desain Industri bila pihaknya telah mendaftarkan karya desainnya tersebut pada Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual. Jadi yang menjadi obyek / lingkup Desain Industri adalah hasil karya intelektual yang berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan. Sedangkan subyek dari Desain.

   Industri adalah Pendesain atau Pihak lain yang menerima Hak Desain dari Pendesain. Dalam proses pendaftaran Desain Industri, pendaftaran disertai dengan proses pemeriksaan oleh pemeriksa dari Direktorat Jenderal, proses tersebut sama dengan Paten. Sedangkan dalam Hak Cipta pendaftaran tidak disertai proses pemeriksaan. Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Desain Industri dikemukakan bahwa dalam pemeriksaan permohonan hak atas Desain Industri dianut asas kebaruan dan pengajuan pendaftaran pertama. Asas kebaruan dalam Desain Industri dibedakan dari Asas Orisinal dalam Hak Cipta. 

   Pengertian Baru atau “Kebaruan” ditetapkan dengan suatu pendaftaran pertama diajukan dan pada saat pendaftaran itu diajukan, tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa pendaftaran tersebut tidak baru atau telah ada pengungkapan/ publikasi sebelumnya, baik tertulis maupun tidak tertulis. sedangkan “Orisinal” dalam Hak Cipta berarti sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau mencipta atau suatu yang langsung dikemukakan oleh orang dapat membuktikan sumber
aslinya.

   Asas pendaftaran pertama dalam Desain Industri ( First to file ) berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan atas Desain Industri yang akan mendapat perlindungan hukum dan bukan orang yang mendesain pertama kali.

   Desain Industri sering bersinggungan dengan bidang HAKI lainnya, seperti misalnya dengan Paten dan Hak Cipta, namun demikian tetap dapat dibedakan. Misalnya dapat dibedakan dengan Paten yang penekanan perlindungannya pada aspek fungsi atau pemecahan masalah di bidang teknologi, sementara itu Desain Industri melihatnya dari kreasi tentang bentuk ( appearance ).

   Elemen-elemen Desain Industri juga sering bersinggungan dengan elemen-elemen dalam karya Hak Cipta , terutama dengan lingkup Hak Cipta dalam Pasal 12 huruf f yaitu obyek Hak Cipta yang berupa seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.. Elemen Seni ukir, seni pahat dan seni patung dalam Hak Cipta sering bersinggungan dan over laving dengan elemen Desain Industri terutuma dalam karya Desain Industri yang berupa Kerajinan Tangan. Meskipun elemen-elemen antara karya Desain Industrimungkin saja bersinggungan dengan elemen-elemen karya Hak Cipta, namun sebagaimana telah dikemukakan tetap dapat dibedakan antara keduanya.

   Hak Cipta obyek perlindungannya lebih pada karya tentang seni, sedangkan Desain Industri penekanannya pada karya tentang bentuk ( appearance ) yang mempunyai nilai estetika, dan dibuat untuk menghasilkan komoditas industri / mass production ( NK Supasti Dharmawan, Perlindungan Hukum Atas Karya Intelektual Hak Cipta dan Desain Industri, Makalah Seminar HAKI , Denpasar, 2003, hal 5.)

   Persyaratan yang sangat penting dan mendasar bagi sebuah karya masuk dalam konsep Desain Industri terutama jika elemen-elemennya bersinggungan dengan Hak Cipta adalah dilihat dari kemampuannya untuk dapat digunakan membuat produk. Wujud karya dalam hal ini lebih berupa pola atau moulding atau cetakan yang mampu digunakan untuk membuat / memproduksi barang secara berulang-ulang dengan hasil yang sama..

   Dalam Desain Industri, kreasi tersebut harus dapat dipakai secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Prinsip ini sesungguhnya menjadi kata kunci yang membedakannya dengan Hak Cipta. (Henry Soelistyo Budi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Materi Pelatihan HAKI, Surabaya, 2002, hal 29 ).

   Jika kreasi itu hanya dibuat untuk satu buah produk dengan penekanan pada unsur seninya maka tidak dapat dikatagorikan sebagai Desain Industri. Contoh sebuah patung yang dibuat hanya satu (satu) buah yang diukir oleh penciptanya dengan segenap ekspresi seni yang sangat mendalam, dalam hal ini patung dibuat dengan cara diukir dimana pembuatnya menuangkan seluruh ekspresi seninya dalam karya tersebut, maka karya patung yang dihasilkannya akan mendapat perlindungan Hak Cipta. Namun kalau karya patung tersebut dibuat secara mass production / produksi masal meskipun tidak dibuat dengan pola/ moulding/ cetakan, maka patung tersebut akan mendapat perlindungan Desain Industri. Dapat ditegaskan bahwa suatu Desain Industri mendapat perlindungan hukum apabila :

  1. Terdaftar dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
  2. Desain Industri yang diajukan pendaftarannya itu baru ( new ).
  3. Desain Industri dianggap baru apabila belum pernah diumumkan atau telah pernah digunakan.

   Permohonan melalui cara apapun sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila permintaan diajukan dengan prioritas Desain Industri yang tidak mendapat perlindungan hukum apabila Desain Industri itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan. (W. Simandjuntak, Desain Industri Di Indonesia, Makalah Seminar Kerjasama FH UNUD, Klinik HAKI Jakarta, JICA, Denpasar, 2000, h. 5.)

   Contoh karya-karya yang mendapat perlindungan Desain Industri misalnya: desain tentang berbagai bentuk furniture seperti meja, kursi, desain pakaian, desain barang kerajinan seperti gantungan kunci, desain kerajinan buah-buahan yang dibuat dari kayu, dan lain sebagainya.

   Perlindungan hukum terhadap karya-karya Desain Industri menurut TRIPS Agreement diberikan dalam jangka waktu 10 tahun, dihitung sejak tanggal penerimaan permohonan ( filing date ), jangka waktu ini tidak dapat diperpanjang. Dalam tenggang waktu tersebut pendesain / pemegang hak desain memiliki hak khusus untuk memakai, membuat, menjual, mengekspor dan atau mengedarkan barang yang dihasilkan dari desain industri yang dilindungi, termasuk memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi.

   Dalam Undang-Undang Desain Industri di Indonesia khususnya dalam Pasal 5, juga dapat diketahui jangka waktu perlindungan yang sama dengan TRIPs Agreement yaitu karya Desain Industri mendapat perlindungan selama 10 tahun. dan tidak dapat diperpanjang.

Setelah masa perlindungan Desain Industri habis maka karya Desain Industri akan menjadi Public Domein ( milik masyarakat umum ), artinya siapapun boleh memproduksi dan menggunakan Desain tersebut tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dan membayar royalty fee pada pendesainnya.

III. Kesimpulan

   Industrialisasi akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar. Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan. Industrialisasi juga dapat menguntungkkan dan merugikan masyarakat.

IV. Daftar Pustaka

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18003/5/Chapter%20I.pdf
http://id.shvoong.com/business-management/2003970-dampak-positif-dan-negatif-dari/

Rabu, 23 Maret 2011

Tugas 4 (Sektor Pertanian)

I. Pendahuluan

   Sejumlah sector pertanian Indonesia belum menunjukkan fakta mengenbirakan. Sebagian besar penduduk miskin tinggal di wilayah perdesaan umumnya sebagai petani. Kebijakan impor beras premium yang terus di lakukan, padahal Indonesia punya beras yang ebrkualitas seperti Cianjur dan IR-64.

   Selain itu Produktifitas pekerja petani lebih rendah dari pada pekerja industri. Pertanyaan besar bagaimana negeri agraris sebesar Indonesia yang penduduknya gemar makan tempe, ternyata tidak mampu gojolak harga keledai Internasional?

   Pentingnya peran sector pertanian dalam pembangunan nasional mengungat 63,3% penduduk miskin tinggal di perdesaan yang sebagaian besar mempunyai mata pencarian di sector tani.

   Di sisi ini, masih beragamnya pengertian dan batasan tentang kemiskinan, definisi dan etode pendekatan serta ukuran dalam memahami kemiskinan akan berdampak sangat luas terhadap strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan.

II. Pembahasan

   Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 yang  diukur  dari nilai PDB naik dibandingkan tahun 2002 baik berdasarkan harga berlaku maupun hargan istan 1993.  PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp.  1.786,69 triliun, sedangkan  PDB atas dasar harga konstan 1993  naik dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002)  menjadi Rp. 444,45 triliun. Dengan demikian kinerja perekonomian Indonesia tumbuh positif 4,10 persen. Peningkatan ini didukung seluruh lapangan  usaha baik sektor pertanian  maupun  sektor  non pertanian.

   Di sektor  pertanian,  peningkatan PDB sebenarnya telah diprediksi sebelumnya mengingat adanya kecenderungan peningkatan PDB dalam lima  tahun terakhir. Dengan pertumbuhan positif 2,48 persen, kinerja sector pertanian berhasil mencapai nilai riil sebesar Rp. 70,37 triliun. Sedangkan secara nominal PDB  sektor  pertanian tahun 2003sebesar Rp. 296,24 triliun.  Peningkatan PDB sektor pertanian tahun 2003 diperoleh karena me - ningkatnya kinerja perekonomian sebagian besar  sub sektor pendukungnya. PDB Indonesia pada tahun 2003 naik dibandingkantahun 2002 secara nominal maupun secara riil. PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 1.786,69 triliun, sedangkan PDB atas asar harga konstan 1993 naik  dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 444,45 triliun  atau tumbuh positif 4,10  persen. Pertumbuhan ini disebabkan naiknya kinerja seluruh  sektor perekonomian. Sektor pertanian mencatat pertumbuhan 2,48 persen,

   lebih  kecil daripada pertumbuhan sektor non pertanian. PDB sektor pertanian tahun 2003 secara nominal berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 296,24 triliun yang terdiri atas sub sector tanaman bahan makanan senilai Rp. 146,35 triliun, sub  sektor perkebunan Rp. 47,05  triliun, sub sektor peternakan  Rp. 39,04 triliun, sub sector kehutanan Rp. 19,00 triliun, dan sub sektor perikanan Rp. 44,79 triliun. Dengan demikian sub sector tanaman bahan makanan tetap memberikan andil terbesar terhadap PDB sektor pertanian,

   yaitu sebesar 49,40 persen. Kontribusi ini sebenarnya menurun dibandingkan tahun 2002  (51,37 persen) yang  mengindikasikan adanya penyebaran kontribusi dan peningkatan PDB pada sub sektor-sub sektor lainnya. Komoditas yang berperan penting dalam pembentukan PDB tanaman bahan makanan  adalah padi dengan kontribusi  terhadap PDB sub sector tanaman bahan makanan sekitar 42,74 persen.  Sementara itu secara riil  PDB sektor pertanian tahun  2003  berdasarkan harga konstan 1993 mencapai Rp. 70,37 triliun atau naik 2,48 persen dibandingkan tahun 2002 (sebesar Rp. 68,67 triliun).

   Kenaikan terjadi pada  hampir seluruh sub sector pendukung kecuali sub sektor  kehutanan yang turun 0,35 persen. Kenaikan tertinggi dicapai oleh sub sector perkebunan sebesar 5,16 persen, diikuti perikanan (3,95  persen), peternakan (3,47persen), dan tanaman bahan  makanan (1,55 persen).

   Dalam jangka pendek fluktuasi perekonomian Indonesia tercermin dari PDB  dengan periode triwulanan. Pada triwulan  IV tahun 2003 PDB Indonesia secara nominal  berdasarkan harga berlaku mencapai Rp.  451,53 triliun, turun dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang mencapai  Rp. 454,17 triliun. Secara riil berdasarkan harga konstan 1993 PDB  Indonesia pada triwulan IV 2003 mencapai Rp. 110,72  triliun atau turun 2,78 persen dibandingkan triwulan sebelumnya  y ang  terutama  disebabkan oleh adanya faktor  musiman pada sektorpertanian.

   PDB  sektor pertanian yang pada triwulan III tahun  2003 berhasil mencapai nilai Rp. 78,15 triliun (harga berlaku) maka pada triwulan  IV tahun 2003 hanya mencapai Rp. 64,51 triliun. Sementara  menurut perhitungan  harga konstan 1993 , kinerja sektor pertanian  triwulan IV tahun 2003 juga turun dari  Rp.  19,37 triliun (triwulan  III tahun 2003) menjadi Rp. 15,05 triliun atau  turun 22,29 persen. Penurunan yang cukup besar  tersebut merupakan refleksi dari faktor musiman   di sub sektor tanaman bahan  makanan dan tanaman perkebunan. Sub sektor tanaman bahan makanan mencapai PDB nominal triwulan IV 2003 sebesar Rp. 24,63 triliun,

   Turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 37,55 triliun. Berdasarkan  nilai riil sub sektor tanaman bahan makanan turun dari Rp.  9,24 triliun pada triwulan III  2003 menjadi Rp. 6,17 triliun  atau turun 33,24 persen. Pada triwulan IV 2003 P D B nominal sub sector perkebunan mencapai Rp. 12,36 triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 14,76 triliun. Sedangkan secara riil PDB sub sektor  perkebunan adalahsebesar Rp. 3,05 triliun, turun  29,17 persen terhadap   triwulan III 2003. Berbeda dengan dua sub sektor terdahulu,

   sector peternakan dan hasil-hasilnya  berhasil naik tipis  0,45 persen demikian pula dengan sub sektor perikanan (naik 2,73 persen), tetapi sub sector kehutanan turun 3,45 persen. Dengan mengabaikan faktor musiman pada sector pertanian maka kita dapat membandingkan PDB pada triwulan IV tahun 2003 dengan triwulan yang sama tahun 2002. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa PDB  Indonesia pada periode triwulan IV tahun 2003 tumbuh  positif  4,35 persen tetapi  PDB pertanian  justur  turun 0,17 persen dibandingkan triwulan IV 2002 karena adanya penurunan  pada  kinerja sub sector tanaman bahan makanan dan  kehutanan.

   PDB sektor pertanian pada tahun 2003 memberikan  kontribusi terhadap PDB nasional  sebesar 16,58  persen, merupakan peringkat  kedua setelah sektor industri pengolahan.  Dukung an  diberikan  oleh sub sector tanaman bahan makanan dengan  kontribusi sebesar 8,19 persen,  peringkat kedua  diduduki oleh sub sector perkebunan sebesar 2,63  persen, sub sektor perikanan  menduduki peringkat ketiga dengan  kontribusi mencapai 2,51 persen, sedangkan peringkat keempat dan kelima  diduduki oleh sub sector peternakan dan kehutanan masing-masing sebesar 2,19 persen dan 1,06 persen. Pada periode triwulanan , kontribusi  sektor  pertanian terhadap  total  PDB  nasional  selama triwulan  IV tahun 2003 mencapai 14,29 persen, berada pada peringkat  ketiga setelah sektor non pertanian yaitu sektor  industri  pengolahan  (2 4 ,42 persen ) dan sektor perdagangan - hotel-restoran  (1 6 ,53 persen). 

   Pada triwulan-triwulan sebelumnya sektor pertanian berhasil menduduki peringkat  kedua di bawah sector industri pengolahan. Pergeseran peringkat  tersebut  patut menjadi perhatian karena hal ini  juga  menunjukkan  semakin   berkurangnya pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dibandingkan sektor non pertanian.  Kontribusi sector pertanian sebesar 14,29 persen terhadap PDB nasional  tersebut didukung oleh kontribusi sub sektor tanaman  bahan makanan  sebesar  5,46 persen,  sub  sektor  perikanan sebesar 2,76 persen, sub  sektor  perkebunan  2 ,74 persen, sub sektor peternakan  2,24 persen, diikuti  sub sektor kehutanan   dengan kontribusi  sebesar 1,09 persen.

Kontribusi PDB Sub Sektor  Pertanian terhadap PDB  Sektor Pertanian.

   Kontribusi terbesar bagi  PDB  sektor pertanian masih  didominasi oleh sub sektortanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi sebesar 49,40 persen selama tahun 2003. 

   Peringkat kedua  adalah sub sektor perkebunan  sebesar 15,88 persen, diikuti sub sektor perikanan sebesar  15,12 persen, sub sector peternakan 13,18 persen, dan  sub sektor kehutanan 6,41 persen. Pada periode triwulanan  sub sektor tanaman bahan makanan juga merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan PDB pertanian.  Kontribusi sub sektor tanaman  bahan makanan selama triwulan  IV tahun 2003 sebesar  38,18 persen.

   Namun  demikian  persentase tersebut  mengalami  penurunan jika dibandingkan triwulan  III tahun 2003 yang mencapai 48,05 persen maupun jika  dibandingkan dengan triwulan  yang sama tahun sebelumnya.

   Peringkat kedua diduduki oleh sub sector perkebunan yang memberikan  kontribusi  terhadap PDB sektor pertanian pada triwulan  IV tahun 2003  sebesar 19,15 persen,  meningkat jika dibandingkan triwulan  III tahun 2003 yang hanya mencapai  18,89 persen. Sub sektor perikanan mengalami peningkatan kontribusi dari 1 4 ,61 persen  pada  triwulan  III tahun 2003  menjadi  19,34 persen pada  triwulan  IV tahun 2003.

   Sedangkan sub sector peternakan dan hasil-hasilnya mengalami  peningkatan  kontribusi  dari 12,23 persen  (triwulan III tahun 2003) menjadi 15,70 persen (triwulan IV tahun 2003). Hal  yang sama juga terjadi pada  sub sektor kehutanan dengan  kontribusi sebesar 6 ,21 persen  pada  triwulan III tahun 2003  menjadi  7,63 persen pada  triwulan  IV tahun 2003.

   Jika diamati sebenarnya kontribusi PDB tiap-tiap sub sektor pertanian  pada periode  triwulanan  mempunyai pola yang hampir sama dari tahun  ke tahun. Sub sektor tanaman  bahan makanan mempunyai pola kontribusi PDB yang cenderung menurun dari triwulan I sampai dengan  triwulan IV.   Dari perilaku tersebut diketahui bahwa kontribusi terbesar sub sektor  tanaman bahan makanan terjadi pada triwulan I sebagai dampak positif dari puncak panen padi di musim hujan.

   Pada sub sector perkebunan, perbandingan kontribusi PDB antar triwulan  lebih bervariasi.  Sub sector perkebunan menempati peringkat kedua atau ketiga bergantian dengan sub sektor  perikanan. Kontribusi terbesar  umumnya  terjadi pada triwulan III dan IV yang disebabkan oleh adanya kecenderungan  panen  pada semester kedua dari  komoditas tahunan utama sub  sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. 

   Kontribusi PDB perkebunan terhadap  total  PDB pertanian  pada triwulan I tercatat merupakan kontribusi yang terendah. Pada sub sector peternakan,  pola  kontribusi  PDB menunjukkan kenaikan pada triwulan II dan triwulan  IV  dan pada triwulan IV kontribusi sub sector peternakan mencapai persentase tertinggi. Kontribusi pada triwulan I dan III cenderung menurun dib andingkan triwulan sebelumnya.

   Hal  ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan produksi menjelang hari-hari besar keagamaan yang jatuh hamper bersamaan pada akhir tahun 1999 -2003. ontribusi PDB sub ektor kehutanan cenderung  eningkat dari triwulan I ampai dengan triwulan IV etiap tahunnya. Kontribusi  ertinggi dicapai pada triwulan  V dan selanjutnya turun embali pada triwulan I.

   Sub sector ehutanan memberikan ontribusi terhadap PDB ertanian yang paling rendah  ibandingkan sub sector endukung lainnya. ola yang hampir serupa  engan sub sektor kehutanan  uga terjadi pada sub sector erikanan yaitu cenderung aik pada triwulan II sampai dngan triwulan IV kemudian  urun pada triwulan I. ontribusi perikanan terhadap  DB pertanian mencapai lebih  ari 12 persen dan menempati  eringkat kedua atau ketiga etelah sub sektor tanaman ahan makanan dan perkebunan.

Nasib Sektor Pertanian dan Industri


   Kecemasan terhadap masa depan ekonomi nasional telah mendapatkan konfirmasi yang meyakinkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa hari lalu. Para pengamat ekonomi sudah lama mengingatkan bahaya involusi pertanian dan gejala deindustrialisasi sehingga diharapkan pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan ini.

   Namun, data yang disampaikan BPS menyodorkan fakta yang kian membuat prihatin karena sektor pertanian hanya tumbuh 2,9 persen dan sektor industri tumbuh 4,5 persen (padahal pertumbuhan ekonomi sepanjang 2010 mencapai 6,1 persen).

   Seperti tahun-tahun sebelumnya, penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia didominasi sektor-sektor non-tradeable seperti pengangkutan dan komunikasi (13,5 persen), konstruksi (7 persen), perdagangan, hotel dan restoran (8,7 persen). Jika dibuat rata-rata, sektor non-tradeable mencapai pertumbuhan 7,7 persen sepanjang 2010.

Tragedi Pertanian



   Sektor pertanian merupakan kisah sukses perekonomian nasional pada masa lampau. Secara tegas GBHN yang pernah dimiliki Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai fondasi pembangunan ekonomi.


  GBHN itu kemudian diperinci berdasarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi tahap-tahap modernisasi pembangunan sektor pertanian. Tidak mengherankan bila sejak dekade 1980-an Indonesia telah bisa swasembada beras dan memproduksi beberapa komoditas penting dalam jumlah yang besar seperti gula, kedelai, dan jagung.


   Di kawasan Asia, Indonesia dianggap sebagai pemain penting sektor pertanian, bahkan dapat memasok kebutuhan negara-negara lain lewat ekspor yang dilakukan, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Pendeknya, selama kurang lebih 15-20 tahun Indonesia telah menempatkan dirinya sebagai pemain besar sektor pertanian di dunia. Namun, setelah krisis 1997/1998 keadaan tiba-tiba berubah sangat cepat.


   Secara nasional Indonesia tidak memiliki lagi panduan strategi pembangunan ekonomi yang tegas untuk mendudukkan sektor pertanian sebagai basis perekonomian. Secara teknis, kebijakan ekonomi banyak didikte oleh asing, khususnya melalui perjanjian letter of intent dengan IMF, yang meliberalisasi sektor pertanian secara drastis. Kenyataan itu membuat insentif melakukan kegiatan produksi di sektor pertanian menjadi menurun karena banjir produk impor.


   Implikasinya, produksi beberapa komoditas andalan seperti kedelai dan jagung turun drastis. Sejak saat itu pula, Indonesia telah menjadi importir untuk beberapa komoditas pangan penting. Pada semester pertama 2008 Indonesia pernah mengalami keadaan yang pahit ketika harga pangan internasional melonjak sangat tajam dan kita sudah menjadi importir pangan. Pada periode 2000-2004 sektor pertanian sempat tumbuh lumayan, rata-rata 3,9 persen, tetapi pada 2005 pertumbuhan sektor pertanian anjlok menjadi 1,79 persen.



   Pada periode itu terdapat anomali yang aneh karena pada 2001 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,81 persen dan meningkat menjadi 5,76 persen pada 2005, tetapi saat bersamaan sektor pertanian malah merosot pertumbuhannya dari 4,08 persen (2001) menjadi 1,79 persen (2005).



   Pola ini seperti berulang saat ini ketika pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar 6,1 persen, tetapi sektor pertanian hanya mampu tumbuh 2,9 persen. Celakanya, sampai saat ini sektor pertanian masih menyerap sekitar 41 persen dari total tenaga kerja.



   Kehancuran ini bisa terjadi karena sektor pertanian tidak dinafkahi dengan kebijakan dan kelembagaan yang memadai untuk menghidupkannya kembali, bahkan untuk sekadar bertahan dari gempuran komoditas luar negeri pun sudah sangat sulit.


Cetak Biru Pembangunan

   Sektor industri juga menyumbang penyerapan tenaga kerja yang cukup besar,yakni sekira 12 persen, dan berkontribusi terhadap PDB pada kisaran 26–27 persen (turun dari masa lalu yang hampir mencapai 29 persen).


   Deskripsi ini, ditambah dengan kontribusinya terhadap ekspor, membuat sektor industri memiliki posisi strategis dalam konstelasi pembangunan ekonomi nasional. Namun, sebangun dengan yang dialami sektor pertanian, dalam beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan sektor industri merosot sehingga kontribusinya terhadap PDB juga menurun.


   Realitas inilah yang kemudian disebut dengan fenomena deindustrialisasi. Dalam subsektor industri, sebetulnya terdapat potensi yang besar untuk dikembangkan seperti industri makanan dan minuman, elektronik, tekstil, alas kaki, kimia, dan semen. Industri makanan dan minuman sampai sekarang masih menjadi penopang sektor industri nasional.



   Sementara itu, industri tekstil mengalami kemunduran karena terlambat melakukan peremajaan teknologi (mesin) sehingga saat ini kalah bersaing dengan negara-negara lain semacam China, India, dan AS.



   Industri kimia potensi ekspornya bagus, tetapi juga terjebak dengan impor bahan baku yang besar. Pola yang sama juga terjadi pada industri baja yang selama bertahun-tahun tidak melakukan ekspansi produksi. Untuk industri elektronik dan automotif tidak ada insentif yang jelas dari pemerintah untuk penguatan industri nasional sehingga Indonesia hanya menjadi pasar empuk negara-negara lain, khususnya Jepang, Eropa, dan AS.


   Dengan situasi seperti ini, jelas sangat sulit mengharapkan sektor industri tumbuh tinggi karena tidak ada kebijakan dan investasi yang memadai selama beberapa tahun belakangan. Jadi, fenomena deindustrialisasi merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari.



   Cetak biru pengembangan sektor pertanian dan industri merupakan kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda sebagai jalan pengembalian arah pembangunan ekonomi nasional. Melihat potensi dan sumber daya ekonomi yang dimiliki, sebetulnya pembangunan sektor pertanian dan industri merupakan satu kesatuan. Strategi industrialisasi nasional harus dikembalikan pada tumpuan sektor pertanian (dan sumber daya alam lainnya) karena di sinilah keunggulan yang dimiliki Indonesia.



   Terlalu banyak kesalahan yang dibuat dengan menjual murah (ekspor) komoditas penting di sektor pertanian dan SDA tanpa melalui pengolahan terlebih dulu seperti ikan, buah-buahan, batu bara, kelapa sawit. Jika semua itu diolah terlebih dulu, sektor industri bergerak, lapangan kerja tercipta, nilai tambah diperoleh,dan ekspor menjulang. Hal yang sangat sederhana ini pun tidak kunjung pemerintah lakukan!


III. Kesimpulan

Kemakmuran Petani Harus Diperhatikan.

   Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengingatkan pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan dan meningkatkan kemakmuran petani. Apalagi, hingga saat ini, kehidupan banyak petani masih jauh dari kategori sejahtera.

   Sekretaris Jenderal HK TI Benny Pasaribu mengatakan, untuk meningkatkan kemakmuran petani, maka kebijakan pembangunan sektor pertanian seharusnya mendapat dukungan dari Kementerian Pertanian dan seluruh kementerian terkait lainnya.

   "Jika negara ingin makmur, petani harus makmur. Pembangunan pertanian harus memakmurkan petani. Namun, tidak mungkin hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian. Kementerian terkait lainnya juga harus memberikan dukungan," katanya usai pertemuan sejumlah pengurus HKTI pimpinan Oesman Sapta dengan Menteri Pertanian Suswono di Jakarta, beberapa waktu lalu.

   Menurut Benny, kebijakan di bidang ekonomi, baik makro maupun mikro, harus mengarah dan disinergikan dengan sektor pertanian. Ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemakmuran petani. Namun, hingga saat ini, kebijakan makro, baik fiskal maupun moneter, yang diusung pemerintah belum memihak kepada sektor pertanian, sehingga tidak jarang merugikan petani dalam negeri.

   Dia mencontohkan, kebijakan pemerintah untuk melakukan penguatan rupiah terhadap dolar AS justru mendorong masuknya produk pertanian impor, sehingga memukul hasil produksi petani dalam negeri. Selain itu, upaya pemerintah untuk melindungi petani dalam negeri dari produk pertanian impor juga masih minim. Salah satu contoh kasus terakhir terkait masuknya bawang merah impor yang membanjiri pasaran dalam negeri. Bahkan, masuk ke Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan sentra produksi bawang merah di Tanah Air.

   Di sisi lain, anggota Komisi IV dan Komisi VI DPR periode 2004-2009 ini juga menyoroti masih rendahnya perhatian pemerintah terhadap kegiatan penelitian (riset) bidang pertanian di dalam negeri. "Saat ini, dana untuk penelitian pertanian masih sangat rendah, kegiatannya juga tidak fokus," katanya.

   Menyangkut hal ini, Menteri Pertanian Suswono mengatakan, diperlukan perlakuan khusus dan spesifik untuk meningkatkan kesejahteraan petani dalam negeri. Dalam hal ini, petani di negara lain sebagian besar memiliki tanah garapan yang luas dan masih mendapat subsidi dari pemerintahnya serta perlindungan dari persaingan dengan produk impor.

   Dia juga membandingkan petani di Luksemburg (Eropa). Seorang petani memiliki lahan hingga 40 hektare, sedangkan peternak yang memiliki sapi 75 ekor bisa mendapatkan subsidi pakan sehingga bisa mendapatkannya secara gratis. Selanjutnya, di Jepang, pemerintahnya menetapkan kebijakan harga pangan yang ideal, misalnya untuk beras yang harganya setara Rp 50.000 per kilogram (kg). Ini menjadi stimulus dan insentif bagi petani.

   "Pemerintah sendiri juga terus memberikan insentif maupun perlindungan kepada petani, terutama di saat menghadapi perubahan iklim seperti yang terjadi belakangan ini. Subsidi untuk pupuk dan lainnya juga terus diberikan untuk petani," kata Suswono.

Penyusutan Stok

   Di samping itu, Suswono mengatakan, pemerintah menginginkan mengurangi penyusutan stok beras dari segi distribusi hingga 5 persen sebagai upaya menjaga ketahanan pangan nasional dan kemungkinan meningkatnya harga pangan dunia.

   "Karena loss kita masih 10 persen kekurangannya. Kalau ini bisa kita kurangi, syukur bisa mencapai 5 persen, saya kira pengurangan loss yang kehilangan saja bisa di atas 2 juta ton (yang) bisa diselamatkan," ujar dia.

   Menurut dia, pemerintah dapat menyediakan penampungan beras yang lebih baik bagi para petani, menyiapkan pengeringan gabah yang lebih bermanfaat, dan proses penggilingan agar penyusutan tersebut dapat diminimalisasi. Apabila penyusutan distribusi tersebut tidak terlampaui 5 persen dalam tahun ini, diharapkan jumlah yang dapat tercapai yakni sebesar 2 persen atau setara dengan 600.000 ton.

   "Mungkin berat, tapi paling tidak 2 persenan. Paling tidak kalau 2 persen berarti setidak-tidaknya bisa 600.000 ton setara beras," ucapnya. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menurunkan konsumsi beras per kapita sebesar 1,5 persen dan meningkatkan diversifikasi pangan dengan mengembangkan sumber karbohidrat lain selain beras. "Itu target sasaran yang akan kita capai, tapi mindset kita ini untuk mengubah makan nonberas ini tidak gampang. Jadi, dengan kesadaran masyarakat berubah, mudah-mudahan akan lebih cepat lagi," ujarnya.

   Pemerintah, kata dia, juga akan meningkatkan dan menjaga produksi beras aram 1-5 persen melalui peran pemerintah daerah dengan target surplus produksi beras sebesar 10 juta ton hingga lima tahun mendatang. "Produksi kita surplus antara 4-5 juta ton. Akan tetapi, surplus ini memang masih kecil dibanding kebutuhan kita untuk menjaga stabilitas pangan. Presiden sudah memerintahkan lima tahun ke depan surplus ini tidak kurang dari 10 juta ton," ujar Mentan.

   Untuk itu, saat ini sedang dipersiapkan bibit dan benih unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim serta penanganan yang lebih maksimal melalui sekolah pengelolaan tanaman terpadu, sekolah lapangan pengendalian hama terpadu, dan sekolah iklim.

IV. Daftar Pustaka

Rabu, 16 Maret 2011

Tugas 3 (Kemiskinan Dan Kesenjangan Pendapat)

I. Pendahuluan


   Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

   Pemerintah Indonesia yang berorientasi mengembangkan Indonesia menjadi negara maju dan mapan dari segi ekonomi tentu menganggap kemiskinan adalah masalah mutlak yang harus segera diselesaikan disamping masalah lain yaitu ketimpangan pendapatan, strukturisasi pemerintahan, inflasi, defisit anggaran dan lain lain.

   Sensus penduduk yang baru akan berlangsung di bulan Mei 2010 diduga akan mengalami peningkatan drastis. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 231 juta jiwa atau naik 25 juta penduduk dibandingkan dengan sensus penduduk terakhir tahun 2000 yang mencatat adanya 206 juta penduduk Indonesia (BPS, 2000). 

   Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mengalami fluktuasi diantara tahun 1996-2009.Dari data pertumbuhan penduduk bisa didapatkan jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa. Kemiskinan penduduk dapat dianalisis melalui tingkat angkatan kerja, tingkat penduduk yang bekerja dan tingkat penduduk yang menganggur. Masalah kemiskinan yang dihadapi di setiap negara akan selaludi barengi dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan dalam distribusi pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang menjadi modal utama untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini. Karena itu dalam makalah ini, penulis akan banyak membahas Kemiskinan ketiga masalah tersebut sebagai beberapa faktor ± faktor pemicu kemiskinan yang terjadi di Indonesia.

II. Pembahasan

Pengukuran Kemiskinan

a. Kemiskinan relatif
Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan yakni ukuran kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata.

b. Kemiskinan absolute (ekstrim)
Konsep yg tidak mengacu pada garus kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

Pertumbuhan, Kesenjangan dan Kemiskinan.

   Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.

   Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.

   Janti (1997) menyimpulkan semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.

   Hipotesis Kuznets ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan
perkapita berbentuk U terbalik.


   Definisi dan Teori Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . 

   Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. 

   Pemahaman utamanya mencakup: kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar. y Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. 

   Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 

   Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan Kemiskinan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuha dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah ³garis kemiskinan internasional.

   Garis tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari Rp 10.000,- perhari. (Todaro, 2006) Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John KennethGalbraith melihat kemiskinanterdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. 

   Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu. Kemiskinan, menurut Sharp et al., dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse sangat relevan dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di negara-negara terbelakang. Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poorcountry is poor because it is poor). 

   Baldwin dan Meier mengemukakan enam sifat ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu: y Produsen barang primer : struktur produksinya terdiri dair bahan mentah dan bahan makanan. Sebagian besar penduduknya bekerja disektor pertanian dan sebagian besar penghasilan nasionalnya berasal dari sektor pertanian dan produksi primer nonpertanian. Hanya sebagian kecil penduduknya yang bekerja di sektor produksi sekunder dan sektor produksi tersier.

   Masalah tekanan penduduk : ada tiga tekanan penduduk yaitu adanya pengangguran di desa-desa karena luas tanah yang relative sedikit dibandin Kemiskinan penduduk yang tinggal disitu, kenaikan jumlah penduduk yang pesat karena menurunnya tingkat kematian dan naiknya tingkat kelahiran, serta naiknya tingkat beban ketergantungan yang kemudian akan menurunkan tingkat konsumsi rata-rata. y Sumber-sumber alam belum banyak diolah : masih banyak sumber daya yang belum diusahakan, artinya masih potensial sehingga belum menjadi sumber yang riil karena kurangnya kapital, tenaga ahli dan wirausahawan. y Penduduk masih terbelakang : Kualitas penduduknya sebagai faktor produksi (tenaga kerja) adalah rendah. 

   Mereka masih merupakan faktor produksi yang kurang efisien, kurang mobilitas dalam pekerjaan baik vertical maupun horizontal. Mereka tidak mudah meninggalkan tempat kelahirannya. yKekurangan kapital : adanya lingkaran yang tak berujung pangkal (vicious circle) menyebabkan kekurangan capital. Kekurangan capital disebabkan kurangnya investasi. Kurangnya investasi disebabkan rendahnya tingkat tabungan yang merupakan akibat dari rendahnya penghasilan. Rendahnya penghasilan akibat dari tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja, sumber alam, tanah dan capital. 

   Hal tersebut dikarenakan kurangnya y Orientasi ke perdagangan luar negeri : kebanyakan negara berkembang mengekspor komoditi yang bersifat produksi primer dan hampir sama seluruhnya. Disamping itu komoditi yang di ekspor bukan menunjukan adanya surplus dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi lebih kepada ketidakmampuan dalam mengolahnya menjadi barang yang lebih berguna.(Irawan, 1999) Dari keenam sifat ekonomis diatas, sangat mengambarkan keadaan ekonomi Indonesia saat ini. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Indonesia adalah negara miskin yang sedang berkembang. Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di Kemiskinan Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia 2.

Faktor Penyebab Kemiskinan di Indonesia
   Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut: y Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. 

   Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. y Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. 

   Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpabatas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua pendudu Kemiskinan berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan. Tenaga kerja (manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. 

   Sedangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. 

   Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang ridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikatergorikan sebgai pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996) y Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan. 

   Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.

   Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau Kemiskinan kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996) Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai ketimpangan.

   Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan kemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar. (Todaro, 2006) Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan per kapita tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional. 

   Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ±aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan pertumbuhan. Sepanjang era PJP I (lima pelita) yang lalu, sektor pertanian rata ± rata hanya tumbuh 3, 54 persen per tahun. Sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh dengan rata-rata 12,22 persen per tahun. Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak seperti masa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan, selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi Kemiskinan.

Tokoh Agama Eropa Bertekad Perangi Kemiskinan Dan Kesenjangan.
  Para wakil kelompok agama terbesar di Eropa berkumpul di ruang sidang utama Komisi Eropa di Brussel, Swiss pekan ini untuk membahas kemiskinan dan kesenjangan sosial,  Pertemuan wakil agama ini muncul di tengah-tengah diskusi hangat di Uni Eropa menyangkut reformasi keuangan perlindungan iklim atau politik industri.
   Ketua Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso dalam pidato pembukaannya, memuji karya berbagai kelompok agama khususnya dalam masa krisis. "Krisis ekonomi dan keuangan memukul banyak orang. Tidak diragukan bahwa yayasan bantuan dan agama bagi banyak orang, sangat penting untuk membantu mereka melalui masa-masa sulit. Baik dalam bentuk bantuan materi maupun dukungan moral dan emosional," ujar Barroso seperti diberitakan Deutsche Welle, 




   Ketua tetap Dewan Eropa Herman van Rompuy bahkan memandang Eropa dalam posisi khusus. "Uni Eropa harus menjadi perhimpunan norma-norma. Itu adalah nilai tambah kita di dunia ini. Ini merupakan kekuasaan 'lembut' Eropa di dunia."
   Tentang definisi kemiskinan, Kardinal Hungaria dan Ketua Dewan Uskup Eropa, Peter Erdö menyatakan kemiskinan bukan hanya masalah kesejahteraan materi, melainkan menyangkut masalah antropologi. "Kita harus bersama-sama mencari apa yang penting bagi manusia, apa yang secara antropologis mendasar bagi kesejahteraan manusia," ujarnya.
   Sementara itu, Bekir Alboga, wakil dari Perhimpunan Islam Turki di Jerman menegaskan kesediaan bekerja sama. "Jika sudah menjadi bagian dari Jerman, bagian dari perhimpunan norma ini, maka kami juga bahagia dapat mengeluarkan pendapat kami dalam bentuk dialog seperti ini. Dan kami tetap akan mengajukan usulan secara tertulis kepada Ketua Komisi, dan kami sebagai warga Muslim Eropa tetap akan ambil bagian, kami siap melakukannya," kata Alboga.
   Pertemuan itu diharap dapat menyuarakan moto: "Kami saling menghormati termasuk peran masing-masing agama dalam masyarakat." 




   Van Rompuy yang beragama Katolik juga memandang, pentingnya diselenggarakan pertemuan selanjutnya dengan perhimpunan kepercayaan non religius karena Uni Eropa memandang dirinya netral dalam tema religi. Maraknya Kekerasan Berakar dari Kemiskinan dan Kesenjangan.


   "Problem struktural seperti kemiskinan dan kesenjangan ini, kemudian bertemu dengan pola-pola pragmatisme dari bekerjanya mental sektarian kelompok di berbagai isu," katanya, di Yogyakarta, Minggu. Menurut dia, agama dan etnisitas selalu menjadi bahan empuk untuk dimanipulasi dengan memunculkan sentimen sempit, dan kesenjangan sosial bertemu dengan relasi antarkelompok yang makin renggang. 



   "Hal ini juga dipicu oleh perilaku elit yang semakin tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Mata rantai konflik dan kekerasan semakin berkait saat lembaga-lembaga negara (eksekutif, legislatf, dan yudikatif) tidak menunjukkan komitmennya, bahkan mengalami krisis legitimasi di hadapan masyarakat," katanya. 

   Ia mengatakan jika akan mengatasi masalah tersebut, jangan menggunakan pendekatan pemadam kebakaran, namun gunakan pendekatan komprehensif yang memadukan antara tindakan hukum, penyadaran kritis kewargaan, serta kebijakan pembangunan yang menyejahterakan. 


   "Demokrasi harus didalami dan diolah sesuai dengan konteks masalahnya agar tepat dalam menjawab masalah yang menimpa negeri ini," katanya.  Menurut dia, rantai kekerasan harus segera diputus, dan harus diupayakan untuk rujuk kembali ideologi bangsa ini yaitu Pancasila. "Mengelola perbedaan harus secara baik dan konstitusional, guna menuju masyarakat yang demokratis dan sejahtera," katanya. 


   Kandidat Doktor Ilmu Sosial UGM ini mengatakan konflik berbasis identitas termasuk agama, tidak hanya diredam dengan simbol perdamaian elit agama.  "Para tokoh agama juga harus mengecek ulang organisasi-organisasinya agar meyakinkan ke umatnya untuk berdamaian secara sosial praksis dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perdamaian adalah prinsip kebangsaan, jangan sekadar simbolik," katanya. 



   Ia mengatakan para tokoh politik juga jangan lepas tanggung jawab, seolah-olah hanya perlu peran tokoh agama, sehingga politisi parpol harus membangun persatuan diantara konstituen, karena mereka itu juga perlu diyakinkan agar tidak terjebak pada provokasi oleh siapapun.





Konsep dan definisi
  • Kesenjangan Ekonomi (ketimpangan dalam distribusi pendapatan) yang terjadi di banyak negara sedang berkembang mengilhami para pembuat kebijaksanaan untuk menitik beratkan pembangunan dengan tujuan laju pertumbuhan  yang tinggi dan percaya dengan adanya Trickle down effect.
  • Namun dalam kenyataannya setelah 10 tahun berjalan, efek meurun kebawah tersebut berjalan lambat, ditandai oleh kesenjangan yang semakin membesar.
  • Orientasi pembangunan berubah à kesejahteraan masyarakat lebih diutamakan salah satunya melalui peningkatan pembangunan luar jawa seperti program IDT, pembangunan usaha kecil dan RT dll.
  • Krisis moneter yang menimpa Indonesia memperparah kesenjangan ekonomi masyarakat.
  • Kemiskinan relatif adalah kesenjangan dalam distribusi pendapatan dengan ukuran pendapatan perkapita.
PERMASALAHAN POKOK YANG MELATAR-BELAKANGI.

  • Rendahnya mutu SDM
  • Kecenderungan laju pertumbuhan yang meningkat.
  • Rendahnya SDA 
  • Hipotesa Kuznet

INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN


Ø
  • Mengukur ketimpangan menurut Atkinson 
  • Mengukur kesenjangan dalam pembagian pendapat menurut Gini
  • Mengukur ketimpangan menurut kurva Lorenz 
  • Cara Bank Dunia
Penduduk dikelompokkan menjadi 3 bagian :
  1. 40 % tingkat pendapatan rendah
  2. 40 % tingkat pendapatan menengah
  3. 20 % tingkat pendapatan tinggi
Kriteria Ketimpangan :
Ø
  1. Tinggi, apabila kelompok 40% tingkat pendapatan rendah menerima < 12% jumlah Pendapatan
  2. Sedang, apabila kelompok 40% tingkat pendapatan rendah menerima 12 – 17 % jumlah pendapatan
  3. Rendah, apabila > 17%

INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN


TEMUAN EMPIRIS :

  1. Sebelum krisis moneter menimpa Indonesia, pendapatan perkapita melebihi U$ 1,000, namun 10% dari jumlah penduduk menikmati 90% PN .
  2. Pada awal pemerintahan Orde Baru fokus pembangunan ekonomi selain pada pertumbuhan juga pada pemerataan melalui konsep Trilogi Pembangunan.
  3. Selama Orde baru, kesenjangan semakin memburuk terlihat dari laju pertumbuhan pendapatan dan koefisien Gini yang mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan.
  4. Dari kriteria Bank Dunia, tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984 – 1997 tergolong rendah, termasuk dalam gologan negara Industri maju asia seperti : Korsel, Singapura, Jepang dan Hongkong.



FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

  • Tingkat Pendidikan yang rendah à sistempenghargaan yang kurang baik (penggajian).
  • ØProduktivitas Rendah.


KEBIJAKSANAAN ANTI KEMISKINAN : STRATEGI & INTERVENSI

STRATEGI PENGURANGAN KEMISKINAN
  1. Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan dan Pro Kemiskinan.
  2. üPenyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan.
  3. üPendidikan dan Kesehatan  Peran swasta diperbesar.
  4. üDesentralisasi  Peran aktif masyarakat daerah untuk pembangunan ekonomi dan sosial sesuai keunggulan komperatif dan kompetitif.
  5. üManajemen Pengeluaran Pemerintah (APBN)  Cost Effectivness.
  6. üKerjasama Regional  Untuk menghindari gap daerah kaya dan miskin.
  7. üPembangunan Sektor Swasta  Peningkatan peran swasta sebagai penggerak dan motor pembangunan ekonomi.
  8. §Pembangunan Sosial .
  9. Pemerintahan yang baik (Good Governance).

III. Kesimpulan

   Memiliki banyak polemik dalam menuntaskan kemiskinan membuat Indonesia harus sesegera mungkin berbenah diri. Kemiskinan memang tidak mungkin dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan. Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer, memiliki masalaha tekanan penduduk, kurang optimalnya sumberdaya alam yang diolah, produktivitas penduduk yang rendah karena keterbelakangan pendidikan, kurangnya modal pembanguan, dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang- barang tersebut menjadi lebih berguna.


IV. Daftar Pusaka



Speedtest

Ayo Tes Seberapa Cepat Kamu Mengetik !! 50 words

Silahkan Coba Disini : Speed test

Search