I. Pendahuluan
Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Indonesia, dengan kata lain sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat mengimbangi laju pertumbuhan sektor pertanian.
Thee (1993) mengemukakan bahwa pengembangan industri kecil adalah cara yang dinilai besar perananya dalam pengembangan industri manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan membantu mengatasi masalah pengangguran mengingat teknologi yang digunakan adalah teknologi padat karya, sehingga bisa memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada giliranya mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan. Pentingnya industri, khususnya di negara-negara sedang berkembang sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di negara tersebut seperti tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar terutama dari golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, dan proses pembangunan yang tidak merata antara kota dan desa.
Untuk itu, keberadaan atau pertumbuhan industri kecil diharapkan dapat memberi suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas, 14/12/2001). Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian.
Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. Sementara itu belakangan ini banyak diungkapkan bahwa UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi. Dengan memupuk UKM diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi (Kompas. 14/12/2001). Hal serupa juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelakupelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya setidaknya bila dikaitkan dengan perannya dalam meminimalkan dampak sosial dari krisis ekonomi khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat.
Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UKM (Berry, dkk, 2001). Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. (Kuncoro; 2000) juga menyebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.
Usaha kecil menengah (UKM) sebagaimana dimaksud dalam UU No.9 tahun 1995 dan Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha produktif yang berskala kecil dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dalam pembahasan ini lembaga-lembaga keuangan formal dan nonformal sangat dibutuhkan perananya untuk mendorong pelaku UKM untuk maju, pemerintah.
Dorongan yang dibutuhkan tidak hanya dalam aspek permodalan, tetapi juga dalam aspek pengembangan manajemen pengelolaan usaha serta informasi pasar baik domestik maupun manca negara. Untuk itu pelaku UKM memerlukan sokonga dari pemerintah agar dapat bersaing dipasar global. Bank Indonesia (BI) memperkirakan penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM) di Sumut pada tahun 2009 diatas 50% menyusul semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi daerah itu.
"Hingga Oktober peyaluran kredit ke UKM sudah mencapai 49% dari total kredit yang disalurkan perbankan yang sebesar Rp68,29 triliun. Prakiraan meningkatnya kredit untuk UKM, mengacu usaha UKM semakin berkembang dan sudah terbukti mampu bertahan pada benturan krisis ekonomi, sehingga bank semakin mempercayai pengusaha UKM itu. "Semakin otimistis karena potensi UKM di Sumut cukup besar, mulai dari produk makanan, minuman, hingga kerajinan.
Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi belakangan ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting. Seiring dengan berlakunya perdagangan bebas ASEAN 2003, sektor industri memegang peranan penting dalam menstabilkan kondisi perekonomian domestik.
Perhatian secara khusus perlu diberikan kepada industri kecil menengah dengan cara menciptakan ikilm usaha yang kondusif agar dapat terus tumbuh dan berkembang seiring dengan majunya industri besar. Hal ini sesuai dengan tujuan pembagunan industri berdasarkan tujuan perekonomian dan kebijakan ekonomi yaitu peningkatan pendapatan nasional, perluasan kesempatan kerja, pembagian pendapatan secara merata, pengembangan industri serta penambahan jumlah tenaga kerja.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh industri UKM terhadap pertunbuhan sektor industri Sumatra Utara maka digunakan beberapa faktor antara lain jumlah unit usaha, total produksi, dan tenaga kerja, dimana hal-hal tersebut penting dalam membangun maupun mengembangkan industri UKM. Pada tahun 1992, ternyata sektor industri telah menggeser peranan sektor pertanian dalam pembangunan. Sektor industri secara keseluruhan menyumbang 40% terhadap PDB, dimana peranan industri manufaktur cukup menonjol karena menyumbang 21% terhadap PDB. Pada tahun yang sama, sumbangan sektor pertanian menurun drastis hingga tinggal 19% dari PDB (Sumber; BPS 2000). Maka sektor industri merupakan salah satu sektor yang berpengaruh penting. Kontribusi dari sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara rata rata setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.
II. Pembahasan
Menurut TRIPs Agreement, Konvensi Internasional di bidang HKI yang diikuti oleh beberapa negaratermasuk Indonsia, menentukan bahwa setiap anggota wajib mentaati Agreement tersebut. Di Indonesia melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya desain industri diberikan berdasarkan sistem pendaftaran pertama ( first to file system ) atas karya desain yang baru.
Ketentuan hukum ini wajib ditegakkan segera setelah diundangkan. Dalam prakteknya termasuk di Bali masih banyak karya-karya desain yang dihasilkan tidak didaftarkan oleh pemiliknya sesuai dengan ketentuan UU No. 31 tahun 2000, dan bahkan banyak karya-karya tersebut diperbanyak tanpa ijin pemiliknya oleh pihak yang tidak berhak. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan ketentuan Desain Industri berkaitan dengan perlindungan hukum atas karya desain di Bali serta akibat hukum dari tidak didaftarkannya hasil karya desain oleh pendesainnya, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.
Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum dengan aspek empiris. Data yang diteliti meliputi data sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan dengan meneliti bahan-bahan hukum seperti : U.U. No. 31 Tahun 2000 dan TRIPS Agreement, serta data primer yang bersumber dari penelitian lapangan yang berlokasi di Kabupaten Gianyar, Badung dan Denpasar. Sampel penelitian diperoleh menggunan metode Non Probability Sampling dan analisa data dengan analisa kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ketentuan Undang-Undang desain Industri No. 31 tahun 2000 di Bali masih belum efektif dan belum diterapkan secara maksimal. Kurang efektifnya pelaksanaan regulasi dibidang Desain Industri disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : kurangnya pemahaman para pendesain tentangkeberadaan peraturan ini dan bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengetahui sistem pendaftaran first to file yang dianut oleh Undang-Undang Desain Industri, sebagian diantara masyarakat pendesain yang mengetahui tentang peraturan ini tapi merasa belum membutuhkan.
Budaya hukum masyarakat Indonesia yang bersifat komunal berbeda dengan sistem yang melandasai perlindungan HKI yang berakar dari budaya hukum negara- negara barat yang menganut konsep perlindungan hukum individual right cendrung menyulitkan penegakan hukum HKI dalam praktek, kurangnya pemahaman para penegak hukum tentang substansi dan keberadaan ketentuan hukum Desain Industri, serta kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang Desain Industri,
Desain Industri yang termasuk dalam kelompok Industrial Right menganut sistem perlindungan fist to file yaitu memberi perlindungan ekslusif berkaitan dengan hak moral dan hak ekonomi pada pendaftar pertama. Konsekuensi yuridis dari tidak efektifnya ketentuan pasal 10 jo pasal 12 Undang-Undang No. 31 tahun 2000 Tentang Desain Industri yang mengatur prihal pendaftaran hak ( first to file ) yaitu tidak dilakukannya pendaftaran hak atas karya desain industri oleh pendesainnya berakibat pendesain tidak mendapat perlindungan hukum dan secara yuridis tidak berhak atas karya desainnya. Perlindungan hukum akan berada pada pihak yang melakukan pendaftaran atas karya tersebut dan memiliki bukti sertifikat pendaftaran.
A. Tinjauan Umum Perlindungan Desain Industri dan Dasar Hukum Pengaturannya.
Perlindungan hukum Desain Industri secara internasional selain diatur dalam TRIPs Agreement juga diatur dalam berbagai Konvensi seperti :The Hague Agreement dan Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Paris Convention / Konvensi Paris telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1979, kemudian dilakukan perubahan melalui Keputusan Presiden Nomor 15 tahun 1997 tentang pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Conventions Establishing The World Intellectual Property Organization. Sesuai Paris Convention, Desain Industri termasuk dalam lingkup Hak Milik Industri.
Konvensi Paris menentukan bahwa : The protection of industrial property has as its object patents, utility models, industrial designs, trademarks, service marks, trade names, indications of source or appellations of origin, and the repression of unfair competition. (Article 1 ( 2 ) Paris Convention for the Protection of Industrial Property ) Di Indonesia Desain Industri diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2000, Desain Industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi, atau dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi, atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Suatu karya intelektual agar mendapat perlindungan hukum Desain Industri ciri-cirinya adalah: harus berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan. Selain itu karya Desain Industri tersebut harus baru. Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan dalam proses pendaftaran, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
Perlindungan Desain Industri diperoleh melalui sistem pendaftaran, dalam hal ini berarti Pendesain yaitu seorang atau beberapa orang yang menghasilkan karya Desain Industri baru akan memperoleh perlindungan hukum atas karyanya atau akan memperoleh Hak Desain Industri bila pihaknya telah mendaftarkan karya desainnya tersebut pada Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual. Jadi yang menjadi obyek / lingkup Desain Industri adalah hasil karya intelektual yang berupa kreasi tentang bentuk, berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, mempunyai nilai estetis, dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan mampu menghasilkan produk atau komoditas industri atau kerajinan tangan. Sedangkan subyek dari Desain.
Industri adalah Pendesain atau Pihak lain yang menerima Hak Desain dari Pendesain. Dalam proses pendaftaran Desain Industri, pendaftaran disertai dengan proses pemeriksaan oleh pemeriksa dari Direktorat Jenderal, proses tersebut sama dengan Paten. Sedangkan dalam Hak Cipta pendaftaran tidak disertai proses pemeriksaan. Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Desain Industri dikemukakan bahwa dalam pemeriksaan permohonan hak atas Desain Industri dianut asas kebaruan dan pengajuan pendaftaran pertama. Asas kebaruan dalam Desain Industri dibedakan dari Asas Orisinal dalam Hak Cipta.
Pengertian Baru atau “Kebaruan” ditetapkan dengan suatu pendaftaran pertama diajukan dan pada saat pendaftaran itu diajukan, tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa pendaftaran tersebut tidak baru atau telah ada pengungkapan/ publikasi sebelumnya, baik tertulis maupun tidak tertulis. sedangkan “Orisinal” dalam Hak Cipta berarti sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau mencipta atau suatu yang langsung dikemukakan oleh orang dapat membuktikan sumber
aslinya.
Asas pendaftaran pertama dalam Desain Industri ( First to file ) berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan atas Desain Industri yang akan mendapat perlindungan hukum dan bukan orang yang mendesain pertama kali.
Desain Industri sering bersinggungan dengan bidang HAKI lainnya, seperti misalnya dengan Paten dan Hak Cipta, namun demikian tetap dapat dibedakan. Misalnya dapat dibedakan dengan Paten yang penekanan perlindungannya pada aspek fungsi atau pemecahan masalah di bidang teknologi, sementara itu Desain Industri melihatnya dari kreasi tentang bentuk ( appearance ).
Elemen-elemen Desain Industri juga sering bersinggungan dengan elemen-elemen dalam karya Hak Cipta , terutama dengan lingkup Hak Cipta dalam Pasal 12 huruf f yaitu obyek Hak Cipta yang berupa seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.. Elemen Seni ukir, seni pahat dan seni patung dalam Hak Cipta sering bersinggungan dan over laving dengan elemen Desain Industri terutuma dalam karya Desain Industri yang berupa Kerajinan Tangan. Meskipun elemen-elemen antara karya Desain Industrimungkin saja bersinggungan dengan elemen-elemen karya Hak Cipta, namun sebagaimana telah dikemukakan tetap dapat dibedakan antara keduanya.
Hak Cipta obyek perlindungannya lebih pada karya tentang seni, sedangkan Desain Industri penekanannya pada karya tentang bentuk ( appearance ) yang mempunyai nilai estetika, dan dibuat untuk menghasilkan komoditas industri / mass production ( NK Supasti Dharmawan, Perlindungan Hukum Atas Karya Intelektual Hak Cipta dan Desain Industri, Makalah Seminar HAKI , Denpasar, 2003, hal 5.)
Persyaratan yang sangat penting dan mendasar bagi sebuah karya masuk dalam konsep Desain Industri terutama jika elemen-elemennya bersinggungan dengan Hak Cipta adalah dilihat dari kemampuannya untuk dapat digunakan membuat produk. Wujud karya dalam hal ini lebih berupa pola atau moulding atau cetakan yang mampu digunakan untuk membuat / memproduksi barang secara berulang-ulang dengan hasil yang sama..
Dalam Desain Industri, kreasi tersebut harus dapat dipakai secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Prinsip ini sesungguhnya menjadi kata kunci yang membedakannya dengan Hak Cipta. (Henry Soelistyo Budi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Materi Pelatihan HAKI, Surabaya, 2002, hal 29 ).
Jika kreasi itu hanya dibuat untuk satu buah produk dengan penekanan pada unsur seninya maka tidak dapat dikatagorikan sebagai Desain Industri. Contoh sebuah patung yang dibuat hanya satu (satu) buah yang diukir oleh penciptanya dengan segenap ekspresi seni yang sangat mendalam, dalam hal ini patung dibuat dengan cara diukir dimana pembuatnya menuangkan seluruh ekspresi seninya dalam karya tersebut, maka karya patung yang dihasilkannya akan mendapat perlindungan Hak Cipta. Namun kalau karya patung tersebut dibuat secara mass production / produksi masal meskipun tidak dibuat dengan pola/ moulding/ cetakan, maka patung tersebut akan mendapat perlindungan Desain Industri. Dapat ditegaskan bahwa suatu Desain Industri mendapat perlindungan hukum apabila :
- Terdaftar dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
- Desain Industri yang diajukan pendaftarannya itu baru ( new ).
- Desain Industri dianggap baru apabila belum pernah diumumkan atau telah pernah digunakan.
Permohonan melalui cara apapun sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila permintaan diajukan dengan prioritas Desain Industri yang tidak mendapat perlindungan hukum apabila Desain Industri itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan. (W. Simandjuntak, Desain Industri Di Indonesia, Makalah Seminar Kerjasama FH UNUD, Klinik HAKI Jakarta, JICA, Denpasar, 2000, h. 5.)
Contoh karya-karya yang mendapat perlindungan Desain Industri misalnya: desain tentang berbagai bentuk furniture seperti meja, kursi, desain pakaian, desain barang kerajinan seperti gantungan kunci, desain kerajinan buah-buahan yang dibuat dari kayu, dan lain sebagainya.
Perlindungan hukum terhadap karya-karya Desain Industri menurut TRIPS Agreement diberikan dalam jangka waktu 10 tahun, dihitung sejak tanggal penerimaan permohonan ( filing date ), jangka waktu ini tidak dapat diperpanjang. Dalam tenggang waktu tersebut pendesain / pemegang hak desain memiliki hak khusus untuk memakai, membuat, menjual, mengekspor dan atau mengedarkan barang yang dihasilkan dari desain industri yang dilindungi, termasuk memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi.
Dalam Undang-Undang Desain Industri di Indonesia khususnya dalam Pasal 5, juga dapat diketahui jangka waktu perlindungan yang sama dengan TRIPs Agreement yaitu karya Desain Industri mendapat perlindungan selama 10 tahun. dan tidak dapat diperpanjang.
Setelah masa perlindungan Desain Industri habis maka karya Desain Industri akan menjadi Public Domein ( milik masyarakat umum ), artinya siapapun boleh memproduksi dan menggunakan Desain tersebut tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dan membayar royalty fee pada pendesainnya.
III. Kesimpulan
Industrialisasi akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar. Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan. Industrialisasi juga dapat menguntungkkan dan merugikan masyarakat.
IV. Daftar Pustaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18003/5/Chapter%20I.pdf
http://id.shvoong.com/business-management/2003970-dampak-positif-dan-negatif-dari/
0 Coment:
Posting Komentar