THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 07 April 2011

Tugas 6 (Pembangunan Ekonomi)

I. Pendahuluan


   Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.
 Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
   Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembagapengetahuansosial dan teknik.Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional[1]. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

   Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
   Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaaniklim/cuacahasil hutantambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dankewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
  Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
   Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
   Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
   Economics, over the years, has become more and more abstract and divorced from events in the real world. Economists, by and large, do not study the workings of the actual economic system. They theorize about it. As Ely Devons, and English economist, once said at meeting, ‘If economists wished to study the horse, they wouldn’t go an look at horses. They’d sit in their studies and say to themselves, “What would I do if I were a horse?”(RONALD H. COASE, The Task of the Society).
   Ungkapan filosofis seperti di atas kerap diucapkan oleh para ekonom yang berhasil memenangi hadiah prestisius Nobel Prize dalam ilmu ekonomi ketika menghadiri upacara ‘coronation’ di altar kerajaan Swedia. Seperti halnya Amartya K. Sen yang mengatakan bahwa pada prinsipnya the ultimate goal of development is freedom for people (tujuan utama dari pembangunan adalah pembebasan bagi umat manusia). Demikian pula ekonom-ekonom papan atas lainnya seperti John F.Nash (seperti yang difilmkan dalam A Beautiful Mind ) dan Joseph E. Stiglitz pun pada akhirnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sifatnya filosofis ketika mereka berpidato di hadapan para ilmuwan dan para anggota kerajaan Swedia ketika memenangi Nobel Ekonomi.

II. Pembahasan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009

   Reformasi sistem politik di Indonesia baik yang bersifat kelembagaan maupun perundangan memunculkan model perencanaan dan kebijakan pembangunan nasional yang baru mengantikan model perencanaan dan kebijakan lama. Muara dari reformasi ini adalah keinginan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang timbul dari praktik perencanaan pembangunan maupun kebijakan pembangunan yang sebelumnya pernah diterapkan demi pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat
sebagaimana di amanatkan oleh konstitusi.

   Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR menyepakati pengundangan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai landasan bagi proses perumusan program pembangunan baik dalam jangka panjang, menengah maupun tahunan. Berkaitan dengan program pembangunan jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 sebagai pedoman bagi penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah.

   Secara singkat, model dan alur perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam dijelaskan dalam diagram berikut ini.

   Sejalan dengan amandemen UUD 1945 ketiga tahun 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi memegang kedaulatan negara tertinggi. Selain itu, MPR juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan GBHN.
   Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga amandemen keempat, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu:
Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
   Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan
Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

   Pemilihan presiden secara langsung sebagai hasil perubahan UUD 45 dan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana pembangunan serta pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004, sebagai amandemen UU Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah menjadi landasan perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah juga membawa konsekuensi diperlukannya langkah koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan diatas, pada tanggal 5 Oktober 2004 Pemerintah dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Melalui UU Nomor 25 tahun 2004, bangsa Indonesia memasuki era baru dalam sejarah pembangunan nasional untuk menjamin kegiatan pembangunan yang berjalan secara efektif, efisien, dan bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
    

Meminjam terminologi keagamaan, para ekonom papan atas itu akhirnya mencapai tahapan seperti apa yang disebut ma’rifat dalam keyakinan umat Islam, yakni tahapan tertinggi pengenalan akan eksistensi Tuhan. Sebelum mencapai tataran filosofis akan hakikat manusia dan kemanusiaan tersebut, tentunya para ekonom tersebut baik dalam perjalanan karir akademis maupun kedudukannya sebagai perumus kebijakan bergelut dengan rumitnya teori-teori ekonomi yang sarat dengan pendekatan matematis tingkat tinggi yang kerap sangat sulit dipahami dan dimengerti oleh orang-orang awam (layman 
).




   Seperti yang disebutkan dalam ungkapan ekonom Ronald Coase yang juga merupakan pemenang Nobel ilmu ekonomi pada tahun 1991 di atas, pada perkembangannya ilmu ekonomi sebagai ilmu sosial menjadi semakin abstrak dan terpisah dari dunia nyata. Selalu dipadati dengan asumsi-asumsi, hingga timbul suatu anekdot dimana ketika para ekonom ingin mempelajari apa dan bagaimana hewan yang namanya kuda, mereka tak akan melihat kuda secara langsung, akan tetapi mereka akan saling bergumun di antara mereka dengan dipenuhi asumsi-asumsi seperti ‘apa yang akan saya lakukan jikalau saya adalah seekor kuda’. Ilmu ekonomi layaknya seperti ilmu pengetahuan alam, medan pengamatannya yakni fenomena alam. Hanya bedanya ilmu ekonomi melihat fenomena perilaku manusia. Sebagai ilmu sosial, salah satu bagian dari objek ilmu ekonomi adalah perilaku manusia dalam berekonomi. Manusia adalah makhluk yang unik dengan segala kemampuan dan nuansa perilaku multidimensional hidupnya yang tidak bisa dicermati dari satu sisi saja.


   Dalam terminologi ilmu ekonomi hal ini pun diakui dengan apa yang disebut sebagai bounded rationality , yakni dimana manusia sebagai economic agent boleh jadi tidak memiliki kekuatan cognitiveuntuk membuat keputusan akan perilaku optimum mereka dengan presisi yang tepat dan pasti. Oleh karenanya, manusia cenderung diasumsikan bertindak secara rasional dari perspektif teoritis, akan tetapi dalam praktiknya manusia kerap kali membuat keputusan yang justru bertumpu pada kaidah praktik umum nonteoritis yang diyakininya benar ( rules of thumb ). Oleh karenanya, perilaku manusia tidaklah mudah untuk dipastikan secara eksak.

   Manusia Sebagai Objek Dari Pembangunan Berangkat dari pemahaman di atas, manusia sebagai objek dari pembangunan dan kebijakan-lebijakan ekonomi tentunya tak bisa hanya direduksi ke dalam angka-angka maupun sajian tabulasi statistik dan target pertumbuhan ekonomi semata. Sama seperti halnya dengan teknologi yang mendukung kehidupan manusia ke arah yang lebih baik dan kemakmuran, tak bisa hanya direduksi hanya kepada yang namanya mesin saja. Ada hal-hal yang bersifat implisit dan tak kasat mata (tacit ) yang tak bisa begitu saja diabaikan dan hanya dianggap sebagai faktor residual ( error ) dalam model-model ekonometri sebagaimana halnya para ekonom yang selalu berasumsi other things are being equal(ceteris paribus) .
   Justru dalam faktor-faktor ekonomi yang tak terkait langsung maupun non-ekonomi yang tercakup di dalam residual suatu model ekonomi tersebut terkandung sesuatu yang mestinya juga jadi pertimbangan dalam perumusan suatu kebijakan ekonomi. Alhasil, ilmu ekonomi tidaklah dapat berdiri sendiri tanpa melihat aspek-aspek kemanusiaan baik dari tinjauan sosiologi, antropologi, dan politik maupun ilmu-ilmu sosial lainnya.


   Berkaca kepada apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Yunus seorang ekonom dari Bangladesh yang justru menjadi pemenang Nobel Perdamaian 2006, ternyata untuk melakukan suatu perubahan yang fundamental tak perlu teori-teori yang rumit yang acap kali hanya berakhir di mimbar akademis. Sepulangnya dari Amerika setelah menyelesaikan PhD dalam ilmu ekonomi dari Vanderbilt University di AS pada decade 70-an, Yunus menemui kenyataan bahwa rakyat Bangladesh begitu dahsyat didera oleh kemiskinan. Bangladesh memang merupakan negara yang selalu mengalami bencana (debacle ) karena sering diterjang banjir ketika moonson tiba. Yunus dengan modal US$ 27 di kantongnya memulai suatu langkah yang fundamental dengan meminjamkan dana kepada para pengemis dan kalangan miskin yang termajinalkan melalui Grameen Bank Ide ini tentunya sangat aneh jika dilihat dari kacamata para bankir konservatif yang selalu mentahbiskan collateral sebagai sesuatu yang mutlak sebagai agunan pinjaman.

   Seiring dengan berjalannya waktu, ide Yunus yang paradigmatik ini ternyata workable .Nasabah Grameen Bank yang didominasi oleh kaum hawa umumnya memiliki tingkat kepatuhan ( compliance ) yang tinggi. Terbukti bahwa tingkat pengembalian kredit di Grameen Bank cukup tinggi mencapai kisaran di atas 90%. Suatu hal yang masih merupakan ‘keajaiban’ di bank-bank konservatif kita yang kebanyakan kreditnya dikemplang oleh para debitur super nakal yang notabene bukan orang miskin harta namun miskin nurani. Yunus juga berhasil menghidupkan modal sosial yakni terciptanya kohesi diantara sesama kelompok peminjam tersebut yakni dengan membangun control sosial dan kepercayaan diantara sesama anggota kelompok peminjam dana tersebut. Jika ada salah satu anggota yang kurang disiplin, anggota lainnya akan mengalami. sanksi moral yakni hilangnya kepercayaan.

   Kontrol sosial ini ternyata lebih berhasil menjamin aspek kehati-hatian ( prudential ) dalam aktivitas perguliran dana kredit. Grameen Bank tersebut Kita dapat menarik hikmah dari apa yang telah dilakukan oleh Yunus tersebut, bahwa pendekatan ekonomi neo-classic yang selama ini banyak dianut dan diamini para ekonom dan pengambil kebijakan di negara kita rasa-rasanya belum menyentuh kalangan grass root bangsa kita.

   Resep-resep kapitalis untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi seperti ekspansi investasi dengan mengundang para investor asing, stabilisasi nilai tukar, perdagangan bebas dan transparansi dalam intermediasi perbankan nampaknya juga belum begitu dirasakan oleh para kaum miskin yang termarjinalkan oleh arus globalisasi. Justru yang mengemuka belakangan ini adalah meningkatnya angka kemiskinan dari 16% menjadi 17,75%, pengangguran dari 10,4% menjadi 11,85% serta gizi buruk dari 1,8 juta orang menjadi 2,3 juta orang.

   Di sinilah kita melihat kejelian Yunus yang justru melihat bahwa kaum miskin pun meminjam terminologi Hernando de Soto, memiliki elan untuk menstranformasikan capital ke dalam bentuk usaha-usaha produktif. Hal ini terbukti bahwa sektor-sektor ekonomi informal yang dijalankan oleh kalangan masyarakat bawah justru dapat bertahan dari hantaman krisis yang mendera sejak 1997 yang lalu. Oleh karenanya,

   Fenomena seperti penertiban pedagang kaki lima yang kerap menimbulkan kerusuhan dan tindakan tak manusiawi dari satuan polisi pamong praja sudah semestinya tidak terjadi lagi. Pemerintah sudah seharusnya bisa memfasilitasi mereka dengan memberikan kemudahan dan akses untuk berusaha.

   Dalam hal ini ada baiknya pemerintah sesegera mungkin membantu para pegiat ekonomi lemah dan kaum miskin ini dengan memberikan kemudahan-kemudahan seperti dalam aspek hukum ( legal )dan jaminan akan property rights seperti yang dianjurkan oleh Hernando de Soto (2000) dalam bukunya yang legendaris “The Mystery of Capital” .

   Tentunya langkah ini janganlah dijadikan sebagai lahan rent-seeking baru seperti yang lazimnya masih diidap oleh entitas birokrasi di negara kita. Karena pada dasarnya mereka yang selama ini seringkali diabaikan dari kacamata ekonomi liberal justru memiliki potensi untuk merubah capital sekecil apa pun menjadi sesuatu yang lebih produktif. Sudah saatnya kita memikirkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih pro-rakyat dan memanusiakan manusia serta membumi. Dimuat pada Kolom Opini pada Harian Media Indonesia tanggal 6 November 2006.



III. Kesimpulan


   Berdasarkan hasil analisis baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif serta pembahasan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :  
  1. Usaha pengembangan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan  Sosial Masyarakat Kampung adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang  diperoleh adalah sebesar 0,170 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan.  Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam program KIP-K,  peningkatan usaha pengembangan masyarakat dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial masyarakat kampung. Hal ini sesuai dengan Teori Todaro yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi harus dapat mensejahterakan masayarakat yang dibangun. Pengaruh ini utamanya dirasakan pada bantuan kredit usaha yang mampu manaikkan pendapatan secara signifikan, meskipun naiknya mendapatan ini belum mampu menaikkan kesejahteraan sampai ketingkat sejahtera.   Pelatihan ketrampilan juga dirasakan sangat bermanfaat,  namun  pelaksanaan  masih  kurang  sehingga  hanya  beberapa  responden yang bisa merasakannya. Pembinaan usaha kecil boleh dikatakan dirasakan sangat  kurang.
  2. Perkembangan fisik lingkungan  berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan  sosial Masyarakat Kampung adalah diterima. Koefisienjalur standadize yang  diperoleh adalah sebesar 0,278 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan.Hal ini mengindikasikan bahwa  di dalam program KIP-K,  perkembangan lingkungan fisik dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial masyarakat kampung. Dengan lingkungan yang lebih bersih dan tertata serta fasilitas kesehatan yang memadai sangat berpengaruh terhadap  perasaan sehat, aman dan nyaman yang merupakan dasar rasa sejahtera selain kecukupan dalam kebutuhan hidup (basic neds). Hanya dibeberapa kalurahan yang masih kurang didalam memenfaatkan fasilitas sanitasi lingkungan (WC, MCK, tempat sampah).Hal ini disebabkan masih kentalnya budaya mengabaikan kebersihan dan belum terciptanya transformasi budaya bersih karena kurangnya sosialisasi tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal yang demikian ini dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat dikemudian hari.Kondisi seperti ini (belum tercapainya transformasi budaya) bertentangan dengan teorinya Blum tentang paradigma kesehatan;yang mengatakan dinegara berkembangan faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan adalah faktor lingkungan sementara di negara yanga maju adalah faktor perilaku. Temuan dari studi ini kesehatan lebih ditentukan oleh kentalnya budaya (perilaku).
  3. Perkembangan manajemen lahan secara signifikan tidak berpengaruh terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung.. Koefisien jalur standadize yang diperoleh adalah sebesar 0,234 dengan p = 0,219, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis nonsignifikan.  Hal ini mengindikasikan bahwa program KIP belum mampu memperbaik perkembangan manajemen lahan yang kemudian dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan sosial  Masyarakat  kampung. Hal  ini   disebabkan   pelaksanaan   program  ini dilaksanakan  hanya  pada  tahun  2002.
  4. Usaha pengembangan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian  Masyarakat adalah diterima. Koefisien jalur standadize yang diperoleh adalah sebesar 0,756 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan.  Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam  program KIP, peningkatan usaha pengembangan  masyarakat dapat  meningkatkan masyarakat kampung.  kemandirian    Pengaruh   ini   utamanya  dirasakan  dalam   kemandirian    masyarakat  didalam   berpartisipasi  terhadap  pembangunan   kampung,    sekalipun  hanya   didalam   bentuk   tenaga.  Hal   ini  didorong  olah terbentuknya   berbagai lembaga kampung yang dibentuk  dalam  pelaksanaan program KIP-K. Namun kurang dirasakan  dalam  kemandirian pengadaan modal  usaha,  karena  minimnya  pengetahuan  tentang  mengelola  usaha serta  pemasaran,  sehingga  sulit untuk  mengadakan deversifikasi  usaha  dan  juga reinvestasi. 
  5. Perkembangan fisik lingkungan berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Masyarakat adalah diterima. Koefisien jalur standardized yang diperoleh adalah sebesar 0,413 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil  pengujian hipotesis signifikan.  Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam program KIP,  perkembangan fisik lingkungan dapat meningkatkan kemandirian masyarakat kampung.Pengaruh  ini  dirasakan  utamanya adanya bantuan perbaikan rumah    mendorong  warga  untuk  menggunakan  uangnya  untuk  memperbaiki/menyempurnakan rumahnya, sehingga kampung bisa tertata lebih  rapi dan bersih. Program ini juga menggugah kesadaran  masyarakat untuk memelihara komunitas   infrastuktur yang ada. 

IV. Daftar Pustaka





0 Coment:

Speedtest

Ayo Tes Seberapa Cepat Kamu Mengetik !! 50 words

Silahkan Coba Disini : Speed test

Search