Peran
KPPU Atas Pelanggaran Praktek Monopoli Dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
(Anti
Monopoli Dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat)
Di Susun Oleh
:
1. NURVITA
SETYANINGSIH 25210225
2. RIDWAN 25210915
3. RISCA
DAMAYANTHI 26210025
4. RIZA
FAJAR ANGGRAENI 26210089
5. SETYO
RINI PURBOWATI 26210489
Pengarang : Rr. Adeline Melani,
Sih Yuliana Wahyuningtyas, Stephanus Desi Prastianto, Eddie Imanuel Doloksaribu
(KeeMpatnya
Dosen Fakultas Hukurn Unika Atma Jaya Jakarta) Dan Agus Budianto (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan)
Kelas :
2EB06
Abstraksi
The unprepared regulation for anti monopoly and healthy business
conduct have also caused to the readiness of the completion of creating a
commission of examination of business conduct "The Kornisi Pengawas
Persaingan Usaha "(KPPU/Commission) as independent commission, free from
the influence of the power of thegovernment andotherpatties and directlyreport
to the President The main and only purpose of creating of this Commission is to
examine the implementarion of Law No 50f the Year 1999.
In the implementation of such Law in handling the business conduct is
facing several inconsistencies, including the conflict between the articles of
such Law, for example the execution decision request, which refers to Article
44 and 46. Other than that the obstacle on enforcement ofbusiness conduct law
in Indonesia which is related to the power for execution of the judgment of the
Commission is that there is no implementing regulations for handling the
business conduct cases.
Pendahuluan
Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang dasar 1945 Mengamatkan, bahwa perekonomian di susun berdasarkan
atas asas kekeluargaan yang mewujudkan kehidupan berusaha yang sehat dan mitra
antara pengusaha kecil, menengah dan koperasi secara mandiri sesuai dengan
sistem perekonomian Indonesia.
Namun tidak semua perusahaan
swasta dan perusahaan negara yang bermodal besar dapat mengiplementasikan asas
dalam pasal 33UU 1945 tersebut di atas.
Sebagaimana kita perlu
ketahui bahwa perjalanan sejarah perilaku dunia usaha kita selama orde baru
sarat dengan kebijakan dalam rangka menghadapi persaiangan global.
Industri-industri yang sarat dengan tehnologi pemberian kemudahan atau
fasilitas pada pelaku usaha tertentu, serta menciptakan basis industri yang
dapat memproduksi barang-barang kebutuhan hidup baik kebutuhan primer mauoun
kebutuhan sekunder sebanyak banyaknya tanpa memprihatikan kualitas barang
tersebut.
Faktor-faktor tersebut
merupakan keadaan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan besar
lainya maupun kepada perusahaan kecil-menengah dan koperasi, yang akan memasuki
atau menjadi pesaing yang baru dalam produksi yang sama.
Dampak ini terlihat manakala
sesama pengusaha saling mematikan usaha pesaingnya dengan cara monopoli dan
praktek usaha tidak sehat lainya begitu juga terhadap perusahaan kecil,
menengah dan koperasi yang di batasi ruang pemasaran dan produksinya, sehingga
bagi perusahaan ini tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan usaha.
Ketidaksiapan
pengaturan praktek rnonopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini, berakibat
juga kepada ketidaksiapan pembentukan Kornisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
sebagai kornisi yang independen, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah serta
pihak lain dan bertanggung jawab kepada presiden. Tujuan pembentukan Komisi ini
adalah semata mata hanya untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun
1999, antara lain adalah melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat
mengakibatkan tetjadinya praktek monopoli dan atau usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal4 sampai dengan Pasal16; melakukan penilaian
terhadap kegiatan umha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
te rjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam Pasal25 sarnpai dengan Pasal28 dan rnengambil tindakan sesuai
dengan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999.
Sampai awal Agustus
2002, Kornisi ini telah menangani 60 kasus perkara dugaan praktek rnonopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Dari enam puluh perkara tersebut, sudah dua belas
kasus yang rnernperoleh putusan akhir dari KPPU. Penyelesaian perkara dugaan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tersebut sernakin diupayakan
oleh KPPU, hingga akhirnya KPPU rnernbatalkan persengkongkolan pada tender
penjualan saharn PT Indomobil Sukses Internasional (Indornobil) sebesar 72,63%
dan menjatuhkan sanksi dan denda kepada delapan pelaku usaha yang terlibat
dalam tender tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
rnerupakan penelitian Kepustakaan dan penelitian Lapangan. Data yang diperoleh
dari lapangan akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data yang ada kemudian
data yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti akan disajikan secara
deskriptif, kemudian data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode
pendekatan kualitatif. Metode kualitatif ini merupakan tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif, yakni apa yang dinyatakan oleh responden secara
tertulis atau lisan, dan perilaku.
Pada penelitian
deskriptif ini , jenis rnetode analisis yang digunakan adalah rnetode content
analisis dan comparative analisis, dimana pola pikir yang digunakan adalah pola
pikir kontektual yang ingin melihat keterkaitan antara peran KPPU melalui
mekanisme hukum yang berlaku dengan pemulihan perekonomian dan reformasi di
bidang hukum.
HASILPENELITIAN
A. Dasar Hukum,Visi dan
Misi Pembentukan KPPU
Dasar hukum
pembentukan KPPU adaiah Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli, Undang-Undanng
5 Tahun 1999 di dalam Bab VI, Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 juncto Keputusan
Presiden (Keppres) FU Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pesaingan Usaha.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya rnemerlukan
adanya arah pandang yang jelas, sehingga apa yang rnenjadi tujuannya dapat
dirumuskan dengan seksama dan pencapaiannya dapat direncanakan dengan tepat dan
terinci. Adapun arah pandang KPPU tersebut kemudian dirumuskan dalam suatu visi
dan misi KPPU sebagai berikut :
Visi KPPU adalah
terciptanya iklim usaha yang sehat, kesempatan berusaha yang sama, serta
terciptanya ekonomi yang efisien dan adil, menuju masyarakat yang sejahtera.
Sementara untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi KPPU
sebagai berikut :
1) Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
sehingga dapat dipastikan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1999
dapat berlangsung secara adil, transparan dan efektif.
2) Mendorong internalisasi nilai persaingan usaha pada
pelaku usaha, dalam upaya rnenanarnkan prinsip-prinsip persingan usaha dalarn
strategi bisnisnya rnelalui rnanfaat dan pentingnya usaha dan diharapkan pada
peningkatan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya persaingan usaha.
3) Mendorong internalisasi nilai persaingan dalarn kebijakan
pernerintah, sebagaimana diamanatkan dalarn Pasal 35 undang-undang Nomor 5
Tahun 1999, salah satu tugas utarna Kornisi adalah rnernberikan saran dan
pertimbangan terhadap kebijakan pernerintah yang berkaitan dengan praktek
rnonopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Salah satu cara efektif untuk
rnenegakan nilai-nilai persaingan usaha, selain dengan cara penanganan perkara
(enforcement), adalah rnelalui advokasi persaingan usaha, yaitu utarnanya
kepada pernerintah selaku regulator rnaupun pernbuat peraturan
perundang-undangan, dan juga advokasi kepada masyarakat pada umumnya.
B. Peran dan Fungsi KPPU
Kornisi Pengawas
Persaingan Usaha, dinyatakan sebagai sebuah lernbaga yang rnengawasi
pelaksanaan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli Berdasarkan pada Pasal 30
Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli rnaka dapat
diketahui pula bahwa KPPU rnerupakan lembaga independen yang terlepas dari
pengaruh kekuasaan pernerintah serta pihak lain dan segala hal yang diperbuat
oleh KPPU harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Presiden dan harus
melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakiian Rakyat (DPR).
Sernentara fungsi
KPPU adalah turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien
melalui penciptaan usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian
berusaha. Pengawasan dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk
rnewujudkan perekonornian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklirn
usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi sernua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sarna , KPPU juga berupaya
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berusaha di Indonesia
berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar adalah untuk mencegah
terjadinya penyaiahgunaan posisi dominan oleh pelaku ekonomi tertentu. Kesempatan
berusaha yang terjaga akan rnembuka lebar kesempatan konsumen untuk mendapatkan
pilihan produk yang tidak terbatas, yang rnemang menjadi hak mereka.
Berjalannya kehidupan ekonorni yang menjamin keseimbangan antara kepentingan pelaku
dan kepentingan umum ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
rnasyarakat.
KPPU dapat memulai
penyidikan karena berbagai hal bisa dirnulai dari surat konsumen atau pelaku
usaha, atau artikei tentang konsurnen atau masalah ekonomi bisnis. Agar tidak
mengganggu kinerja dari pihak-pihak yang terlibat, penyidikan dan pemeriksaan
KPPU dilakukan secara tertutup. Jika ditemukan peianggaran KPPU berwenang
rnenjatuhkan sanksi. Hasil pemeriksaan dibacakan dalarn suatu sidang terbuka.
Jika pelaku usaha tidak meiaksanakan putusan secara sukarela, KPPU dapat
mernaksakan pelaksanaan putusannya meialui pengadilan atau biia perlu,
menyerahkan perkaranya kepada penyidik untuk diproses secara pidana.
Ada 4 Tahap
pemeriksaan laporan dari KPPU berdasarkan Undang-Undang Nornor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat luncto Keputusan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 05/KPPU/KEP/IX/2000 tentang Tata Cara
Penyarnpaian Laporan dan Penanganan Dugaan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Adapun tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :
1) Tahap Penelitian
Dalam tahap ini
laporan yang diterima, baik itu dari konsumen atau pelaku usaha yang masuk ke
seketariat KPPU diteliti terlebih dahulu apakah laporan tersebut didukung
dengan dokumen-dokurnen yang dapat rnernperkuat dugaan terhadap adanya praktek
rnonopoli dan persaingan usaha tidaksehat, karena jika tidak didukung oleh
dokumen-dokurnen tersebut atau bisa kita katakan bahwa laporan tersebut tidak
lengkap, rnaka laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan dan KPPU akan
mengembalikan berkas laporan tersebut dan rneminta untuk dikuatkan dengan
dokumen-dokumen pendukung.
Dari hasil wawancara yang
dilakukan di KPPU, di dapat data, bahwa dalam tahap penelitian ini ada beberapa
kasus yang laporannya tidak diteruskan , karena laporannya tidak iengkap,
kasus-kasusnya antara lain adalah sebagai berikut :
a) Penyelundupan gula dan beras di Kalimantan Barat. Laporan
berasal dari diterimanya surat kaleng yang melaporkan terjadinya penyelundupan
beras dan gula di Kalbar.
b) Tender di PT Caltex Pas. Ind, dugaan terjadi praktek
diskriminasi dan kolusi pada tender tersebut
c) Divestasi Saham PT KPC, adanya dugaan telah teqadi
persaingan usaha tidak sehat pada kasus divestasi saham KPC.
2) Tahap pemeriksaan
pendahuluan
Dalam tahap
pemeriksaan pendahuluan ini Komsi meneliti dan atau memeriksa laporan untuk
menilai perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan. Segera setelah menerima laporan lengkap dan resume laporan dari seketariat komisi, ketua
komisi menyarnpaikan berkas laporan tersebut kepada komisi dengan disertai
permintaan agar komisi melakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam jangka waktu
selarnbatlambatnya 30(tiga puluh) hari setelah menerima laporan dan komisi
wajib menetapkan perk atau tidaknya dilakukan pemeriksan lanjutan.
Berdasar data yang
diperoleh dilapangan, sejak luni 2000 sampai 31 Desernber 2003, KPPU telah
menangani 85 kasus, dimana 39 kasusnya mengenai persengkongkolan tender Pasal
22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dari 39 kasus persengkongkolan tender tersebut,
7(tujuh) diantaranya telah rnendapatkan penetapan, dan sisanya 6 (enam) perkara
lain masih ditangani.
4 dari 15 putusan
yang diteruskan ke pengadilan adalah tender penjualan saham PT Indomobil Sukses
Internasional (telah berkekuatan hukum tetap), sistem resewasi tiket
penerbangan Garuda Indonesia, monopoli jasa bongkar muat peti kemas di Tanjung
Priok (untuk kasus ini perkaranya baru diajukan ke Mahkamah Agung untuk kasasi)
dan kartel penetapan tarif angkutan bus non - ekonomi. 6 (enam) perkara lain
sedang ditangani, antara lain yang berasal dari inisiatif KPPU sendiri untuk
mengusut dugaan kartel dalam impor gula. Dari pemantauan awal KPPU, penunjukan
importir gula oleh pemerintah tidak berdasarkan tender yang terbuka, dimana
yang ditunjuk adalah produsen gula seperti PT Perkebunan Nusantara, dengan
alasan menjaga kestabilan harga di tingkat petani, sedangkan mekanisme
penunjukan importir harus dengan tender terbuka dan adil.
3) Tahap Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksan lanjutan
adalah serangkaian pemeriksaan dan atau penyelidikan yang dilakukan oleh
rnajelis komisi dengan dibantu oleh panitera sebagai tindak lanjut pemeriksaan
pendahuluan. Dalam menjalankan pemeriksaan, majelis kornisi menentukan sah atau
tidaksahnya suatu alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
Perneriksaan lanjutan dilakukan oleh Tim Penyeiidik, yang dibentuk oleh
seketariat komisi setelah rnelakukan konsultasi terlebih dahulu dengan majelis
kornisi. Majelis kornisi menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya
60 (enam puluh) hari keja terhitung sejak berakhirnya pemeriksaan pendahuluan
dan dapat diperpanjang oleh majelis kornisi paling lama 30 ( tiga puluh) hari
kerja.
Penyelidikan oleh tim
penyelidik KPPU dapat diteruskan oleh penyidik untuk dilakukan penyelidikan dalam
hal misalkan pelaku usaha menolak untuk diperiksa, menolak untuk memberikan
informasi dalam penyelidikan. Setelah penyelidik rnelAkukan penyelidikan dan
jika ternyata ditemukannya suatu tindak pidanal pelanggaran, maka penyidikdapat
memberitahukan kepada penuntut umum bahwa telah tejadi suatu tindak
pidana/pelanggaran, maka penyidik dapat rnemberitahukan kepada penuntut urnum
bahwa telah terjadi suatu tindak pidanal pelanggaran dan dalam hal ini penuntut
urnurn rnelakukan penyidikan dan dari hasil penyidikan itu dibuatkanlah surat
dakwaan.
4)
Tahap putusan dan
pelaksanaan putusan
Cara pengambilan
putusan oleh komisi didasarkan kepada alat bukti yang diperoleh dalam
pemeriksaan dan penyelidikan dengan disertai alasan atau pertirnbangannya.
Namun dalam hal ini, apabila terjadi perbedaan pendapat antara anggota majelis
dengan anggota majelis mayoritas (dissent opinion), dalam hal ini perbedaan
tersebut dapat dimasukkan dalam putusan komisi. Putusan ini diambil selambatlambatnya
30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak selesainya pemeriksaan
ianjutan, dan putusan dibacakan dalam sidang majelis komisi yang dinyatakan
terbuka untuk umum.
Setelah membacakan
putusan, komisi segera memberitahukan putusan kornisi kepada terlapor dan dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari ke rja sejak diterimanya pemberitahuan
putusan, terlapor wajib melaksanakan putusan tersebut dan melaporkan
pelaksanaannya kepada Komisi. Keberatan atas putusan tersebut dapat diajukan
dalarn waktu selambat-larnbatnya 14 (ernpat belas) hari terhitung sejak
menerirna pemberitahuan. Apabila terlapor tidak mengajukan keberatan, rnaka
dianggap menerima putusan komisi, sehingga putusan komisi telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan dapat diajukan permohonan penetapan eksekusi
kepada Pengadilan Negeri. Keberatan terhadap keputusan tersebut terlapor dapat
mengajukan keberatan kepada Pengadiian Negeri, dalam hal ini ada 2 hal mengenai
keputusan KPPU:
a) Menguatkan keputusan KPPU, yaitu apabila pengadilan
negeri menguatkan keputusan KPPU atau menolak keberatan pelaku usaha maka perlu
usaha untuk dapat mengajukan ke MA.
b) Membatalkan keputusan KPPU, dalam segi hal apabila
pengadilan negri membatalkan keputusan KPPU maka KPPU dapat mengajukan kasasi
ke MA.
Pembahasan
Kendala penegakan
hukum persaingan usaha di Indonesia yang berkaitan dengan pelaksanaan kekuatan
mengikat keputusan KPPU adalah tidak diaturnya hukum acara dalam penanganan
perkara persaingan usaha. Hal ini juga merupakan kelemahan dari Undang-Undang
No. 5Tahun 1999 dimana di dalamnya tidak diatur mengenai hukum acara forrnil
tersendiri dari penanganan perkara persaingan usaha. Dalam wawancara dengan
ketua KPPU mengenai hukum acara dalam penanganan persaingan usaha, dikatakan
bahwa selama ini KPPU menggunakan sistem beracara yang "unik", yaitu
dalarn menangani suatu kasus, kadang KPPU menggunakan sebagian hukum acara
dalarn hukum acara pidana dan sebagian menggunakan hukum acara perdata.
Salah satu contohnya
adalah penggunaan istiralah keberatan, sebagaimana di atur dalam pasal 44 ayat
(2) undang-undang nomor 5 tahun 1999, dalam pasal tersebut mengatur bahwa
perlawanan terhadap keputusan KPPU di lakukan dengan mengajukan keberatan tidak
di kenal sebagai salah satu upaya Indonesia.
Selain itu
berdasarkan undang undang nomor 5 tahun 1999 juncto keppres 75 tahun 1999
tentang komisi pengawas persaingan usaha tentang cara penyampaian laporan dan
penanganan dugaan pelanggaran terhadap undang undang nomor 5 tahun 1999, di
katakan apabila terlapor keberatan atas asas keputusan KPPU dapat mengajukan
keberatan tersebut kepengadialn negri.
Hal ini
memperlihatkan KPPU yang mengoposisikan dirinya sebagai lembaga quasi yudicial
dengan suatu keputusan KPPU yang menggunakan irah irah tersebut seolah
menegaskan upaya KPPU menjadikan sebagai lembaga quasi judicial.
Hal yang kemudian
menimbulkan pertanyaan soal kompetensi kewenangan dengan pengadilan negri.
Sebagai akibatnya, hakim pengadilan tidak sependapat dengan pengguna irah irah
tersebut yang membawa konsekuensi pada cacat meteriil suatus keputusan KPPU,
seperti yang terjadi pada kasus Indomobil yang mana keputusan KPPU di batalkan
oleh pengadilan negri karena KPPU menggunakan irah irah demikian.
Di karenakan tidak
adanya peraturan yang jelas mengenai upaya hukum keberatan, baik dalam undang
undang nomor 5 tahun 1999 maupun peraturan pelaksaan, maka hal demikian dapat
menyebabkan bahwa kekuatan mengikat keputusan KPPU menjadi lemah dan banyak
pihak yang tersebukti melanggar undang undang nomor 5 tahun 1999 dan di vonis bersalah
oleh KPPU, malah mengajukan keberatan dan KPPU sebagai salah satu pihak yang
berperkara.
Kesimpulan
Pelaksanaan penangan
perkara persaiangan usaha di Indonesia oleh KPPU berdasarkan undag undang nomor
5 tahun 1999 mengalami beberapa inkonsistensi, yakni pertentangan antar pasal
yang satu dengan pasal lainya, salah satunya adalah tentang permintaan
penetapan pasal 44 dan pasal 46.
Selain itu kendala
penegak hukum persaiangan usaha di Indonesia yang berkaitan dengan pelaksaan
kekuatan mengikat keputusan KPPU adalah karna tidak di aturnya hukum acara
dalam penangan perkara persaiangan usaha.
Sumber
Jurnal
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6306262276.pdf
0 Coment:
Posting Komentar